Kamis, 19 December 2019 12:42 UTC

BOS PASAR TURI. Henry J Gunawan bersama istrinya Iuneke Anggraini saat di persidangan Pengadilan Negeri Surabaya. Foto: Ist.
JAITMNET.COM, Surabaya - Bos pengembang Pasar Turi, PT Gala Bumi Perkasa (GBP), Henry Jocosity Gunawan, bakal menghabiskan masa tua-nya di dalam penjara. Pasalnya banyak kasus yang menjerat dia.
Pertama, kasus penipuan jual beli tanah di Celaket Malang dengan pelapor Notaris Caroline C Kalempung. Dia divonis 2 tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya, pasca Kejari Surabaya melakukan banding atas putusan hakim PN Surabaya yang menghukum Henry dengan hukuman 8 bulan percobaan dengan masa tahanan selama 1 tahun penjara.
Di kasus pidana kedua, Henry divonis 2,5 tahun penjara karena terbukti menipu 12 pedagang Pasar Turi atas pungutan sertifikat strata title dan BPHTB.
Untuk kasus ketiga, Henry melakukan penipuan terhadap 3 kongsinya dalam pembangunan Pasar Turi. Atas kasus ini, Henry pun divonis 3 tahun penjara di Pengadilan Negeri Surabaya.
Kasus keempat, dia terbukti bersalah dalam perkara menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta autentik, sebagaimana telah diatur pasal 266 ayat (1) KUHP Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu, Henry J Gunawan dengan pidana penjara selama tiga tahun," kata Ketua Majelis Hakim Dwi Purwadi, saat membacakan amar putusannya di ruang sidang Cakra, Kamis 19 Desember 2019.
BACA JUGA: Palsukan Akta Otentik, Kejari Tahan Bos Pengembang Pasar Turi dan Istrinya
Untuk terdakwa kedua, yakni istrinya Iuneke Anggraini juga terbukti bersalah divonis satu tahun enam bulan. Hal yang memberatkan, terdakwa Henry J Gunawan pernah dipidana penjara sebelumnya dan tidak mau mengakui perbuatannya. Hal meringankan, kedua terdakwa berlaku sopan selama persidangan dan terdakwa dua tidak pernah dihukum.
Majelis hakim menilai perbuatan kedua terdakwa telah memenuhi lima unsur yang terkandung dalam Pasal 26 ayat (1) KUHP. Yakni, unsur barang siapa, unsur menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam akta otetik yakni akta penjaminan hutang.
Unsur lainnya, memakai atau menyuruh memakai yang ditujukan dapat digunakan olehnya atau orang orang lain, unsur pemakaian nya dapat menimbulkan kerugian, unsur sebagai yang melakukan atau menyuruh melakukan atau turut serta melakukan hal ini dapat terlihat dari unsur barang siapa.
Terkait unsur barang siapa, majelis hakim menilai kedua terdakwa dapat menjelaskan identitasnya secara jelas dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
"Dengan demikian unsur barang siapa sebagai subjek hukum sudah terpenuhi," kata Mashuri Effendi selaku hakim anggota saat membacakan pertimbangan hukumnya.
Selain itu, majelis hakim tidak mengakui perkawinan adat Tionghoa yang dilangsungkan kedua terdakwa sebagai perkawinan yang sah, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
"Perkawinan terdakwa yang sah adalah saat melangsungkan pernikahan secara agama Budha," ujar Mashuri Effendi.
Sementara terkait unsur menyuruh memasukan keterangan palsu dalam akta otentik penjaminan hutang, majelis hakim menilai, pembuatan akta otentik personal guarantee dilakukan terdakwa Henry J Gunawan untuk mendapat kepercayaan dari PT Graha Nandi Sampoerna (GNS).
"Menimbang adanya pencantuman status suami istri pada akte personal guarantee dengan maksud memberikan kepercayaan kepada Heng Hok Soei sebagai pemberi hutang, agar mengesankan terdakwa sebagai orang yang sanggup memenuhi janji namun faktanya masih terjadi selisih pendapat penyelesaian hutang," kata Dwi Purwadi.
Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum Ali Prakosa dari Kejaksaan Negeri Surabaya menyatakan banding. Ternyata, Henry juga ikut melakukan banding, tanpa konsultasi tim kuasa hukumnya. "Banding, pak hakim (Dwi Purwadi)," kata Henry.
Untuk diketahui, vonis majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakosa yang sebelumnya menuntut terdakwa Henry J Gunawan dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan penjara, sedangkan terhadap terdakwa Iuneke Anggraini dengan pidana penjara selama dua tahun.
Perkara keterangan pernikahan palsu ini dimulai pada Juli 2010 ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee.
Namun faktanya, mereka baru resmi menikah baik secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 yang dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.
