Senin, 26 August 2019 03:43 UTC
PETIK MERAH. Petani kopi robusta di Kabupaten Pasuruan melakukan panen raya. Potensi kopi di pasar internasional masih tinggi kendati meski produktivitasnya masih rendah. Foto: Dok
JATIMNET.COM, Surabaya – Ketua DPW Asosiasi Petani Kopi Indonesia Jawa Timur (Apeki Jatim), Misbachul Khoiri Ali mengungkapkan pasar kopi internasional masih terbuka lebar. Namun sejauh ini petani belum bisa menjual langsung ke buyer, melainkan melalui perusahaan eksportir.
Gus Misbach, sapaannya, menyebutkan robusta dari Jatim yang diekspor ke pasar Eropa rata-rata mencapai 500 ton per musim, sedangkan arabika 100-200 ton per musimnya.
“Kopi jenis robusta biasanya diekspor ke Belanda dan India, sedangkan arabika diekpor ke beberapa negara di Eropa. Untuk ketersediaan kopi Robusta saat ini masih banyak, dan sebentar lagi masuk masa panen pada September-November,” Kata Gus Misbach, dikutip Suara.com, Senin 26 Agustus 2019.
Meski peluang ekspor kopi kian terbuka, menurut Gus Misbach, Indonesia punya dua pesaing berat, yakni Brazil dan Vietnam.
BACA JUGA: Kopi Indonesia Skala Dunia
Pria yang sudah menggeluti kopi sejak 2009 itu menjelaskan, tantangan lain yang tengah dihadapi petani adalah pesaing dari Brasil dan Vietnam. Dua negara tersebut saat ini tengah menghadapi iklim yang cukup bagus untuk masa panen.
“Saat ini produksi kopi dari dua negara itu cukup besar dan berdampak terhadap anjloknya harga kopi dunia,” lanjut Gus Misbach.
Harga kopi arabika di pasar internasional berkisar antara Rp 50 ribu-Rp 60 ribu per kilogram. Padahal beberapa waktu sebelumnya, harganya sempat naik di kisaran Rp 65 ribu per kilogram.

GREEN BEAN. Petani kopi mulai menjual green bean ke kafe maupun kedai untuk mendapatkan benefit dari hilir. Foto: Dok.
Sedangkan robusta saat ini berada di level Rp 20 ribu-Rp 21 ribu per kilogram, dari harga sebelumnya yang mencapai Rp 23 ribu-Rp 25 ribu per kilogram.
Meski pasar internasional sedang bagus, namun produktivitas kopi di Jatim masih sangat rendah. Diterangkan Ketua DPD Apeki Pasuruan, Abdul Karim menyebutkan lahan budidaya kopi petani Jatim antara 0,25 - 5 hektare.
BACA JUGA: Mencecap Nikmatnya Kopi Saring Mbok Tajeng Dawarblandong
“Produktivitasnya juga tidak terlalu banyak. Arabika misalnya, hanya sekitar 0,8-1,4 ton per hektare, sedangkan robusta 1-2 ton per hektare,” ujarnya.
Hal ini berbeda dengan Vietnam yang mampu memproduksi kopi budidaya petani hingga mencapai 2-3 ton per hektare. Sedangkan di Indonesia rata-rata produktivitasnya masih di bawah 1 ton per hektare.
Jatuhnya harga kopi di pasar ainternasional, lanjut Gus Misbach, petani kopi di Jatim mulai bergerak ke hilir. Petani kopi tak hanya menjual dalam bentuk red cherry atau bean ke eksportir.
“Petani mulai melirik pasar menengah ke bawah, yang potensinya juga besar. Dengan begitu, petani menjual produknya ke user. Bahkan, tak jarang yang membuka warung kopi, kedai atau kafe, yang jauh lebih efektif untuk mendapatkan margin keuntungan,” jelasnya.