Selasa, 04 May 2021 16:20 UTC
Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Pribudiarta Nur Sitepu dalam kunjungan kerja meninjau Program Ruang Rindu Pemkab Banyuwangi, Selasa, 4 Mei 2021. Foto: Ahmad Suudi
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan kasus pernikahan anak akan secara otomatis menambah beban nasional. Hal itu disampaikannya dalam kunjungan kerja di Banyuwangi, Selasa, 4 Mei 2021.
Dia memaparkan beban itu menyeluruh dengan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), meliputi pendidikan wajib yang tidak tuntas, potensi menurunnya kesehatan, dan terjadi stunting, hingga perekonomian karena rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM).
"Dan kalau melihat bagaimana sebenarnya permasalahan dan kerentanan yang ditimbulkannya ini khan menjadi beban nasional sebetulnya," kata Pribudiarta.
BACA JUGA: Unicef Sebut Pernikahan Anak Masih Tinggi di Jawa
Untuk itu dibutuhkan kerja bersama berbagai instansi pemerintah dan masyarakat agar menghindari penambahan jumlah pernikahan anak. Lantaran pernikahan anak juga terkait program-program nasional di berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, hingga infrastruktur.
Ada empat faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan anak di Indonesia, yakni budaya masyarakat setempat, ekonomi, sosio-psikologis kondisi keluarga yang tidak nyaman dan aman, serta dorongan seksual secara biologis.
"Sampai terakhir ada masalah infrastruktur yang dalam diskusi tadi juga terangkat, setelah anak-anak lulus sekolah SMP misalnya, tidak ada SMA-nya (di daerah tersebut), jadi apa yang dilakukan selain menikah," kata dia.
BACA JUGA: Angka Pernikahan Anak Cukup Tinggi, Gubernur Jatim Keluarkan Surat Edaran
Pribudiarta mengatakan pihaknya datang ke Banyuwangi dalam rangka meninjau penyusunan program Ruang Pemberdayaan dan Perlindungan Ibu-Anak (Ruang Rindu). Program tersebut merupakan upaya Pemkab Banyuwangi dalam memberdayakan dan melindungi perempuan dan anak-anak.
Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan usia minimum mempelai laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun. Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2020-2024 menurunkan pernikahan anak dari 11,21 persen tahun 2018 menjadi 8,74 persen pada tahun 2024.