Selasa, 20 November 2018 09:37 UTC
Warga Kota Madiun berebut gunungan jaler yang berisi hasil bumi seperti terung, tomat, dan cabai dalam rangkaian Grebeg Maulid di Alun-Alun Kota Madiun, Jawa Timur, Selasa, 20 November 2018. FOTO: ND Nugroho.
JATIMNET.COM, Madiun – Dua gunungan jaler dan estri setinggi dua meter diarak warga yang mengenakan pakaian adat Jawa mulai dari Masjid Kuno Taman hingga alun-alun Kota Madiun, dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Selasa 20 November 2018.
Gunungan jaler berisi hasil bumi, seperti terung, tomat, kacang panjang, dan gambas. Sedangkan gunungan estri berisi sejumlah jajanan pasar, di antaranya donat, bakpao, dan bolu kukus.
Selain itu, peserta pawai yang menempuh jarak sekitar tujuh kilometer juga membawa buceng pingsungsung (pemberian) berukuran kecil. Isinya nasi dan lauk-pauk dengan jumlah sebanyak 30 yang melambangkan wilayah di Kota Madiun, yakni 27 kelurahan dan tiga kecamatan.
Setiba di alun-alun, buceng pingsungsung beserta bantuan sembako diberikan kepada 30 warga kurang mampu. Penyerahan dilakukan oleh Wali Kota Madiun Sugeng Rismiyanto dan sejumlah jajaran pejabat di lingkungan pemkot.
Pada puncak acara yang bertajuk Grebeg Maulud, warga yang sebelumnya di tepi lapangan mulai berjalan ke tengah. Mereka mendekati gunungan jaler dan estri yang berada di sisi barat dan timur lapangan. Tak berselang lama, warga berebut hasil bumi dan jajanan pasar yang menempel pada gunungan.
Warga beranggapan dengan mendapatkan isi dari gunungan akan mendatangkan berkah dalam kehidupannya. Karena itu, mereka rela berdesak-desakan. “Dapat jagung, bakpao juga. Semoga mendapat berkah,” kata Lastri, salah seorang warga yang ikut berebut isi gunungan estri.
Tradisi Grebeg Maulud itu awalnya hanya berlangsung di kawasan Masjid Kuno Taman. Namun, sejak delapan tahun lalu pemkot meminta agar ruang pelaksanannya diperluas hingga ke alun-alun. Tujuannya untuk menjadikan tradisi itu sebagai aset wisata budaya religi.
Grebeg Maulud yang berlangsung di Kota Madiun, Kepala Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kota Madiun Ki Sugito menjelaskan ini merupakan tradisi dari Yogyakarta dan Solo.
Kedua kesultanan itu dulunya merupakan bagian dari Kerajaan Demak yang terpecah setelah perjanjian Giyanti pada 1755 Masehi. Raden Prawiro Dirjo I, penguasa Madiun kala itu mengangkat Kyai Misbah menjadi ulama untuk memimpin umat Islam di Madiun
Oleh Kyai Misbah, tradisi yang biasa disebut sekaten dilanjutkan. Hingga sekarang budaya itu tetap dijalankan setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
“Intinya sebagai syiar agama Islam di Kota Madiun seperti yang dilakukan Kyai Misbah,” Ki Sugito melanjutkan.
Sementara itu, Wali Kota Madiun Sugeng Rismiyanto mengatakan bahwa kirab gunungan jaler dan estri telah dijadikan sebagai ikon wisata budaya religi. Ke depan, pelaksanannya perlu dikemas lebih menarik.
Salah satunya dengan menggandeng pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk membuka bazar selama tiga hingga tujuh hari di alun-alun.
“Tanpa mengurangi tradisi lain yang sudah berjalan seperti seribu rebana dan salawatan di Masjid Kuno Kuncen dan Taman,” ujar Sugeng.