Jumat, 24 August 2018 13:21 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya – Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila (MPC PP) Surabaya menilai deklarasi yang dilakukan Relawan Ganti Presiden (RGP) 2019 pada Minggu, 26 Agustus 2018 besok berpotensi ricuh.
Aksi yang bakal dilaksanakan di sekitar Tugu Pahlawan besok dianggap bernuansa politis dan bentuk kampanye terselubung. Terlebih aksi itu ditunggangi sejumlah kelompok dan tokoh-tokoh ibu kota yang dipastikan hadir.
“Kita semua ingin Surabaya kondusif tidak ada aksi yang ditunggangi untuk menghasut masyarakat,” kata Sekretaris Majelis Pimpinan Wilayah (MPC) PP Surabaya Baso Juherman, saat dihubungi Jatimnet.com, Jumat, 24 Agustus 2018.
Berdasarkan hasil rapat di seluruh pengurus anak cabang (PAC) PP se-Surabaya, sepakat untuk mengirimkan surat pemberitahuan ke kepolisian yang isinya menyampaikan keberatan atas kegiatan itu.
Bahkan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur sendiri tidak menerbitkan izin untuk jalannya aksi 26 Agustus itu. Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Frans Barung Mangera menyebutkan ada dua alasan tidak diizinkan aksi itu.
“Karena berpotensi besar mengganggu ketertiban umum. Itu salah satu poin pertamanya,” jelasnya.
Pemuda Pancasila memandang potensi kericuhan besar jika aksi tersebut tetap dilaksanakan. Menurutnya, tidak hanya PP yang tidak menginginkan aksi itu terselenggara. Banyak loyalis Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Surabaya yang jumlahnya cukup besar, tidak menginginkan aksi tersebut.
Sebetulnya Baso mengaku sudah beberapa kali berkomunikasi dengan ormas penyelenggara aksi, dan salah satunya adalah Front Pembela Islam (FPI). Bahkan malam ini dia akan berkoordinasi internal, melakukan upaya-upaya mencegah aksi itu.
PP Surabaya mengaku telah terlebih dahulu melakukan pemberitahuan ke kepolisian dan akan mengancam menurunkan masa untuk membatalkan deklarasi tersebut. Apalagi ada kabar aksi itu akan pindah ke Masjid Al-Falah Surabaya.
Sementara itu, Presidium Relawan Ganti Presiden 2019 Tjejep M. Yasin menyebutkan, pihaknya bersikukuh akan menggelar aksinya. Menurut Undang-undang (UU) No 9 Tahun 1998 maupun Peraturan Kapolri (Perkap) No 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, tidak mengharuskan ada izin kepolisian.
“Di sana menjelaskan cukup menyampaikan pemberitahuan ke polisi,” ungkap Tjejep, Jumat, 24 Agustus 2018.
Tjejep sendiri meminta seluruh ormas saling menghormati, khususnya yang memiliki pandangan berbeda dengan aksinya. Menurutnya, sah-sah saja bila banyak terjadi penolakan di sana-sini. “Selama masih dalam koridor hukum, silakan saja. Mau tetap Jokowi ya silakan. Indonesia negara demokrasi,” pungkasnya.