Senin, 13 August 2018 06:42 UTC
Ketua Dewan Penasehat PPKN Choirul Anam (kiri) menuding pemilihan Ma'ruf Amin skenario besar.
JATIMNET.COM, Surabaya – Pro-kontra terpilihnya Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin memanas. Jokowi sengaja memilih Rois Aam Nahdhatul Ulama (NU) itu untuk menghilangkan stigma kriminalisasi ulama.
Mantan Ketua Lembaga Ta’lif Wan Nasyr Nahdhatul Ulama (LTNU), Choirul Anam mengatakan, ada indikasi permainan yang dilakukan untuk menentukan Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden (wapres). Menurutnya, skenario ini untuk memilih pemimpin tertinggi di organisasi NU jauh-jauh hari dan bukan kebetulan.
“Skenario ini sudah dijalankan lama, sudah ada dialog Rommy (Ketua Umum PPP, Muhammad Romahurmuziy) dan Muhaimin (Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar). Ini sudah dimainkan,” katanya.
Cak Anam, sapaannya menambahkan bahwa selama ini banyak masyarakat Indonesia bahkan internasional yang mengecam kepemimpinan Jokowi. Banyak yang menuding kepemimpinan Jokowi melakukan kriminalaisasi ulama.
Bahkan akhir-akhir ini, stigma kriminalisasi ulama semakin santer terdengar. Jika dibiarkan, citra Jokowi akan turun. Pasalnya, Jokowi akan dicap sebagai pemimpin yang anti ulama.
Mantan Ketua GP Ansor Jatim itu memprediksi langkah Jokowi berdialog dengan Muhaimin dan Rommy untuk mencari solusi terbaik. Dari kesepakatan itu, muncul nama Rois Aam NU KH Ma’ruf Amin sebagai pendamping Joko Widodo. “Semua sudah ada skenarionya, Muhaimin ada di balik permainan ini,” ujarnya.
Di balik skenario tersebut, Rommy dan Muhaimin diminta untuk menyebarkan baliho di seluruh Indonesia sebagai Cawapres Jokowi. Tujuannya untuk mengacaukan pemikiran masyarakat, dan menduga Ma’ruf Amin yang akan dipilih.
Drama pemilihan pendamping Jokowi ini dirancang sangat rapi. Sebab Jokowi sadar kalau memilih pendamping di luar ulama, maka cap sebagai anti ulama akan berkembang. Untuk itu, solusi yang paling tepat untuk menaikan pamornya dengan merangkul ulama.
“Rajanya ulama dipilih (Ma’ruf Amin), supaya umat Islam tetap mendukung Jokowi. Ini semua by design,” terang Ketua Dewan Penasehat Pergerakan Penganut Khittah Nahdliyyah (PPKN) ini.
Sebagai pemimpin tertingi NU, sebelum menerima pinangan Jokowi, Ma’ruf Amin harus menundurkan diri. Sayangnya keputusannya bertahan (sebagai Rois Am NU) membuat NU terbelah.
Dia berharap NU segera diselamatkan supaya kembali ke khittah 1926. Karena NU tidak diperbolehkan masuk dalam politik praktis. Meski demikian NU tidak melarang anggota maupun pengurusnya masuk dalam politik praktis.
“Dalam AD/ART sudah jelas, NU tidak boleh terlibat politik praktis. Untuk itu, jabatan Rois Aam harus dilepas dan diserahkan kepada wakilnya, atau menggelar rapat ulama,” pungkasnya.
