Senin, 21 September 2020 11:40 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya - Tingkat kematian pasien Covid-19 di Jawa Timur, di dominasi banyak penyakit bawaan atau komorbid yakni 91,9 pesen. Dan, penyakit yang rentan meninggal adalah gangguan ginjal, setelah itu diikuti diabet, sakit paru-paru kronis dan jantung.
"Kalau kita macth-kan antara resiko kematian, premorbid, maka yang paling tinggi itu sakit ginjal. Sakit ginjal itu ada hubungannya dengan diabet. Diabetnya kronis, sakit ginjal atau gagal ginjal kronis," etua Tim Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr Joni Wahyuhadi , Senin 21 September 2020.
Hasil penelitian yang menyatakan pasien dengan penyakit bawaan gangguan ginjal cukup besar. Ia menyebutkan kemungkinannya 3,7 kali lebih besar. "Itu penelitian di kita," kata Joni yang juga Dirut RSUD Dr Soetomo itu.
Karena itu, menurut dia, ini harus ditangani dengan Continuous Rental Replacement Therapy (CRRT) yang merupakan terapi untuk menggantikan terapi ginjal. Disamping juga dilakukan terapi khusus.
BACA JUGA: Pakar Ingatkan Pentingnya Imunisasi IRL di Tengah Pandemi Covid-19
Data Pemprov Jatim per 20 September 2020, jumlah total pasien terjangkit Covid-19 di wilayahnya sebanyak 40.708 orang. Dari angka itu, yang sudah dinyatakan sembuh 33.100 pasien, meninggal dunia 2.965 orang, dan masih dirawat 4,643 pasien.
Gugus Tugas Covid-19 Jatim, kata Joni, terus berusaha menekan angka kematian. Berbagai upaya telah dilakukan, seperti penggunaan terapi High Flow Nasal Cannula (HFNC), dan terapi plasma konvalensen. "Penemuan tentang HFNC dan terapi konvalesen ada prospektif ke depan membantu upaya penurunan angka kematian," tegasnya.
Selain itu, ia juga berharap kesadaran di masyarakat tentang penerapan protokol kesehatan secara ketat. Adanya peraturan mulai peraturan presiden, peraturan gubernur, hingga peraturan bupati dan wali kota untuk mengarahkan penggunaan protokol kesehatan.
"Wes blenek memberikan edukasi. Akhirnya dibuatkan peraturan baik di pusat, provinsi, kabupaten dan kota, operasi yustisi wes itu terakhir. Karena kalau tidak ya tak ditaati. Kalau masyarakat itu taat ya tidak perlu operasi yustisi. Operasi yustisi terpaksa dilakukan," tandasnya.