Rabu, 26 December 2018 15:13 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Jakarta – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong pemerintah Indonesia mengubah Undang-Undang Narkotika agar mengatur pemanfaatan ganja untuk kepentingan kesehatan.
Direktur Eksekutif ICJR Anggara menyebut langkah ini bisa dilakukan, mengingat negara-negara di Asia Tenggara sudah melakukan terlebih dahulu. Salah satunya adalah parlemen Thailand yang menyetujui pengaturan penerapan ganja untuk kepentingan kesehatan pada Selasa 24 Desember 2018.
Kesepakatan untuk melakukan amendemen terhadap UU Narkotika Thailand pada tahun 1979 diperoleh pada saat extra parliamentary session (reses) sebelum memasuki liburan tahun baru.
“Ketua Drafting Committee Parlemen Thailand menyatakan bahwa hal ini merupakan kado tahun baru untuk masyarakat Thailand pasca pertemuan itu,” kata Anggara, Rabu 26 Desember 2018.
Hal yang sama juga tengah dijajaki di Malaysia. Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad membuka ruang untuk mendiskusikan kemungkinan pengaturan medical cannabis untuk kepentingan kesehatan setelah adanya kasus penuntutan pidana mati terhadap seorang penyedia jasa pengobatan dengan cannabis oil, September kemarin.
BACA JUGA: Benarkah Ganja Lebih Aman Dibanding Alkohol, Ini Jawabannya
Fokus pertama yang dilakukan pemerintah Malaysia saat untuk menghapuskan pidana mati bagi kepemilikan, pemprosesan, dan distribusi ganja.
Selain Thailand dan Malaysia, Filipina saat ini juga sedang mempersiapkan pengaturan untuk melegalkan penggunaan ganja untuk kesehatan.
Dalam perkembangan terakhirnya, draf Compassionate Medical Cannabis Act (House Bill No, 180) telah diterima parlemen sejak 2016 dan sekarang sedang dalam tahap pembahasan untuk dapat disetujui kongres.
“Dukungan politik juga sangat kuat, termasuk dari Presiden (Rodrigo) Duterte yang mendukung penggunaan ganja untuk pengobatan,” katanya.
Kasus Fidelis Momentum ini mengacu pada kasus yang menimpa salah satu pegawai negeri dari Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat yang pada 2 Agustus 2017 divonis delapan bulan penjara karena memberikan istrinya pengobatan dengan ekstrak ganja atas penyakit langka yang dideritanya.
Fidelis berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 116 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika golongan I terhadap orang lain.
“Lewat kasus ini, Indonesia jelas membutuhkan pengaturan ganja untuk kepentingan kesehatan. Kasus ini terjadi karena pemerintah gagal memenuhi kepetingan atas akses pemanfaatan narkotika untuk bidang kesehatan,” katanya.
Anggara menyebut negara seperti Thailand, Filipina, bahkan Malaysia dengan karakteristik negara yang hampir sama bisa memastikan pemerintahnya menghargai ilmu pengetahuan lewat diaturnya pemanfaatan ganja untuk kesehatan. Dia berharap Indonesia sebagai negara demokratis perlu memikirkan hal serupa. (ant)