Kamis, 30 August 2018 21:00 UTC
Puluhan mahasiswa Papua di Asrama Papua, Jalan Kalasan, Surabaya diangkut ke Mapolrestabes Surabaya, Rabu, 15 Agustus 2018. FOTO: Fahmi Aziz.
JATIMNET.COM, Surabaya – Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua (IPMAPA) mempertanyakan pernyataan yang disampaikan Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya Piter F.Rumaseb terkait aliran dana asing untuk kegiatan separatis.
Ketua Badan Pengurus Harian (BPS) IPMAPA Surabaya Yaheskiel Kogoya menuding IKBPS tidak merepresentasikan wraga Papua dan menjadi antek Pemerintah Kota Surabaya. Sebab di dalam kepengurusan IKBPS diisi orang-orang pemerintahan dan Piter tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil (Satpol PP).
“Kami tidak pernah membawa bendera Papua. Jangankan bendera Papua, bendera IPMAPA saja kami tidak punya. Apalagi membawanya (bendera) ke Grahadi. Itu (tudingan Piter) tidak benar,” tegasnya, Rabu 29 Agustus 2018.
Pernyataan itu sekaligus bantahan atas tudingan Piter, bahwa mahasiswa dan pelajar Papua terlibat gerakan separatis dalam peringatan Hari Buruh (May Day) yang jatuh pada 1 Mei lalu.
Yaheskiel juga membantah tudingan Piter adanya aliran dana asing melalui LSM untuk mendukung gerakan separatis. Menurutnya tudingan gerakan separatis yang dilakukan warga Papua di Surabaya mengada-ada.
Bantahan serupa juga disampaikan anggota IPMAPA Frans Madai yang menyebut eksistensi IKBPS tidak pernah aktif bersama warga Papua di Surabaya.
“Tidak ada itu IKBPS. Tidak pernah terlihat IKBPS,” kata Franz Madai saat dihubungi Selasa, 28 Agustus 2018.
Meski tidak tinggal di asrama Papua di Jalan Kalasan Nomor 10, ia mengaku beberapakali berkunjung ke asrama tersebut. Ia juga mengaku berada di lokasi saat kejadian, mulai dari pembubaran paksa diskusi 1 Juli dan serbuan ormas pada 15 Agustus kemarin.
Ia mengatakan tiap kali kejadian tidak pernah ada pengurus IKBPS hadir. Anehnya selang lima hari pasca pembubaran diskusi tersebut, Ketua IKBPS Piter menyampaikan pernyataan sikapnya. Salah satu pernyatatan menuding adanya bahan diskusi menyangkut aksi sepatisme.
“Mereka tidak ada di tempat kejadian, seenaknya mengeluarkan pernyataan,” lanjut Franz. Menurutnya, saat itu, mereka tidak sedang membahas soal Papua Merdeka, melainkan masalah tentang perkembangan Papua terini.
Bahkan keberadaan IKBPS baru diketahui pada tahun 2017. Namun selama ini, ia melihat IKBPS tidak membela kepentingan mahasiswa Papua, melainkan kerap memutarbalikkan fakta dan menyudutkan anggota IPMAPA.
Terkait hal tersebut, IPMAPA mengeluarkan pernyataan sikap. Empat poin tersebut berbunyi tidak mengakui keberadaan IKBPS, IPMAPA sebagai satu-satunya wadah koordinasi pelajar dan mahasiswa Papua di Surabaya, mengecam segala tindakan kriminalisasi oleh IKBPS, dan mengimimbau masyarakat agar tidak gampang percaya atau terprovokasi pernyataan tertulis dan aksi IKBPS.
