Logo

Di Balik Masa Kecil Soekarno

Reporter:,Editor:

Selasa, 31 May 2022 15:00 UTC

Di Balik Masa Kecil Soekarno

Presiden RI Pertama Ir. Soekarno saat sungkem ke bundanya

JATIMNET.COM, Mojokerto - Bung Karno dikenal sebagai seorang poliglot. Sosok kelahiran Surabaya, 6 Juni 1901 ini diketahui menguasai setidaknya 10 bahasa, yakni Belanda, Inggris, Jerman.

Kemudian bahasa Arab, Prancis, Jepang, Jawa, Sunda, Bali, Melayu. Keahlian berbahasa asing ini tentu tidak muncul tiba-tiba, melainkan diasah sejak Soekarno di usia belia.

Hidup dijajah negara lain setidaknya membuat sosok yang lahir dengan nama Koesno Sosrodihardjo ini terpapar beragam bahasa asing cukup intensif dalam kesehariannya.

Bahkan, dalam sejumlah literatur disebutkan jika sang Ayah, Raden Soekemi Sosrodihardjo, memiliki cara unik untuk mendukung putranya menguasai berbagai macam bahasa di dunia. Soekemi pernah menyarankan Soekarno untuk ‘dekat’ dengan wanita bule.

“Nak, jangan kau takut dengan perasaanmu terhadap teman perempuanmu itu. Itu baik sekali. Pendeknya, hanya dengan jalan itu engkau dapat memperbaiki bahasa Belandamu!” pesan sang Ayah, mengutip laman Hitoria.id.

Pada masa itu, Koesno tengah menginjak masa remaja. seperti remaja pada umumnya, ia pun pernah merasakan dimabuk “cinta monyet”. Dikisahkan ia pernah dekat dengan seorang gadis Belanda.

Lantas suatu hari, sang ayah mengetahui hal tersebut. Soekarno sempat merasa takut, sebab ia tahu jika sang ayah tidak akan menyukai sikap demikian. Namun ternyata, tidak diduga, kalimat tadi justru muncul dari mulut sang ayah.

Tidak tertulis, apakah akhirnya Koesno muda benar-benar menjalin hubungan sebagaimana yang disarankan sang ayah. Sebab, berdasarkan penuturan Basarah, Soekarno justru menolak saran tersebut dan memilih cara lain untuk meningkatkan kemampuan bahasa Belandanya.

Sekadar informasi, Basarah adalah seseorang yang ditunjuk langsung oleh Megawati Soekarnoputri untuk menceritakan sedikit biografi Soekarno dalam acara Megawati Soekarnoputri Bicara Sejarah, 'Tentang yang Tersurat dan Tersirat dari Pemikiran Bung Karno', yang pernah diadakan di Museum Nasional, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat tahun 2018 lalu.

Penuturan Basarah juga tidak dapat dihiraukan, mengingat sang proklamator juga seorang kutu buku, baik buku berbahasa melayu ataupun asing dilahapnya habis-habis.

Selain itu ia juga senang berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang bahasa dan budaya. Keduanya adalah media yang tidak kalah efektif bagi seorang pembelajar bahasa asing. Sehingga, sebenarnya terdapat beragam kemungkinan bagaimana seseorang bisa menguasai bahasa asing.

Yang jelas, kemahiran Soekarno berbahasa Belanda sejak muda terbukti. Hal ini dapat dilihat dari tempat Soekarno mengenyam pendidikan formal di Kota Mojokerto. Diketahui, selepas lulus dari Sekolah Ongko Loro, yang kini disebut SDN Purwotengah, ia melanjutkan ke sekolah dengan pengantar berbahasa Belanda yaitu Europesche Lagere School (ELS), sekarang dikenal SMPN 2 Kota Mojokerto.