Jumat, 16 June 2023 10:20 UTC
Gubernur Khofifah saat bersama dengan para petani kopi. Foto; Diskominfo Pemprov Jatim
JATIMNET.COM, Surabaya - Peluncuran Platform Kemitraan Sosial Socio Forest di tengah-tengah para petani kopi ini tidak hanya untuk meningkatkan komunikasi antara pedani, pendamping serta perhutani selaku pengelola lahan saja.
Tetapi Platform Kemitraan Sosial Socio Forest yang diluncurkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Kampung Kopi Kluncing Jalan Kawah Ijen, Pondok Jeruk, Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin Kabupaten Bondowoso pada Jumat 16 Juni 2023, itu juga akan berdampak pada produksi kopi di Kabupaten Bondowoso baik di pasar nasional hingga internasional.
Menurut Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Jawa Timur. Sebanyak 60% Kopi arabika di Jawa Timur dihasilkan dari pegunungan Ijen – Raung dengan luas lahan saat ini 68,73 ha.
"Kopi Arabika Bondowoso merupakan satu-satunya produk Kopi Spesialis (Kopi Blue Mountain) di Jawa Timur yang telah mendapatkan Sertifikat Perlindungan Hak Indikasi-Geografis pada tahun 2013. Cita rasa khas inilah menyebabkan produk Kopi Arabika memiliki daya jual dan daya saing yang tinggi di Pasar Kopi Internasional," ujar Gubernur Khofifah.
Baca Juga: Tingkatkan Komunikasi Petani Kopi, Gubernur Jatim Luncurkan Aplikasi Kemitraan Sosial Socio Forest
Besarnya potensi kopi di pasaran memiliki tren pertumbuhan yang positif dalam urusan ekspor, terutama dalam tiga tahun terakhir. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020-2021 Jawa Timur menjadi provinsi dengan nilai ekspor kopi terbesar ketiga nasional setelah Lampung dan Sumatera Utara.
Rincian nilai ekspor pada tahun 2020 sebesar US$103,4 juta dan pada tahun 2021 sebesar US$133 juta. Pada Oktober 2022, kinerja ekspor kopi dari Jawa timur berhasil mencapai 81.495.107 kg atau dengan nilai ekspor mencapai US$186,22 juta.
Bahkan, lanjut Khofifah, pada November 2022, kopi agroforestry Jawa Timur dengan merek Javeast Coffee melalui hasil komunal branding berhasil di ekspor secara perdana ke negara Mesir secara bertahap hingga 200 ton dengan total nilai ekspor lebih dari Rp 6,2 miliar.
"Dalam lawatan kami ke Mesir pada November 2022, kopi Jawa Timur mampu mencatat kontrak ekpor untuk tahun 2023 sebesar US$6 juta. Communal branding juga menjadi pintu pembuka pasar ekspor yang harus ditumbuhkan," tukasnya.
Baca Juga: Bupati Situbondo Karna Suwandi Mengaku Puas Hasil Panin Kopi Lereng Gunung Argopuro
Di sisi lain, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 luas areal tanaman perkebunan kopi di Jawa Timur seluas 113.148 ha. Yang mana 25.730,13 ha atau setara 22,63% diantaranya merupakan pemanfaatan kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani melalui pola agroforestri.
Selanjutnya proyek percontohan penerapan program perhutanan sosial melalui aplikasi socioforest rencananya akan dilaksanakan pada 6 KPH dengan luas areal garapan seluas 1.174 ha melalui pola agroforestry, 7 LMDH / KTH sebagai mitra dan melibatkan 2.123 orang petani.
Berseiring dengan produksi kopi yang besar dan luas lahan yang luas, Gubernur Khofifah mengimbau agar keberadaan hutan juga dikelola secara lestari agar dapat berfungsi secara optimal. Caranya, dengan tetap memberikan akses dan ruang sosial kepada masyarakat di sekitar untuk meningkatkan kesejahteraan bersama.
Disebutkan, dari 347 Kelompok Perhutanan Sosial (KPS), telah terbentuk 771 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) atau sebesar 53% dari jumlah KUPS di pulau Jawa. KUPS-KUPS ini menjalankan kegiatan pemanfaatan dan pemungutan baik berupa hasil hutan bukan kayu, hasil hutan kayu maupun jasa lingkungan.
Baca Juga: Harga Lebih Murah, Kopi Impor Ancam Pengusaha Kopi Lokal
"Baik dengan pengembangan pola agroforestry (wana tani), silvopastura (wana ternak), agrosilvopastura (wana tani ternak), silvofishery (wana mina), ekowisata dan usaha jasa lingkungan lainnya," ujarnya.
Lebih lanjut, selain komoditi kopi, Gubernur Khofifah juga meminta komoditi kakao di Jatim turut ditingkatkan. Sebab, permintaan yang ingin menyerap produksi kakao dari kelompok tani cukup tinggi, namun permintaan pasar belum dapat dipenuhi.
"Potensi kakao rakyat di Jawa Timur masih cukup besar tapi belum dikembangkan optimal. Padahal komoditas tersebut mampu meningkatkan perekonomian masyarakat desa karena bisa dipanen dua kali per bulan dan penjualannya juga cukup mudah," jelasnya.
Di Jawa Timur sendiri, perkembangan luas area tanaman perkebunan Kakao periode 2020-2022 mengalami penurunan sebesar 2,2% dan perkembangan produksi perkebunan kakao pada periode 2020-2022 juga berfluktuasi, pada tahun 2020 sebesar 34.000 ton, tahun 2021 sebesar 34.683 ton dan tahun 2022 sebesar 33.002 ton.
Berdasarkan data tersebut, dirinya berharap platform Kemitraan Sosial ini juga mampu meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan agroforestry seperti kopi dan kakao secara efektif dan efisien termasuk komoditas lainnya.
"Jika kelompok sudah berdaya dan mandiri secara ekonomi, tentu akan korelatif dengan program IKI dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menurunkan kemiskinan dan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan disparsitas di wilayah perdesaan, penurunan tingkat pengangguran terbuka maupun pertumbuhan ekonomi regional," katanya
