Logo

124 Ribu Anak di Jatim Menderita Penyakit Pneumonia

Reporter:,Editor:

Rabu, 28 August 2019 14:50 UTC

124 Ribu Anak di Jatim Menderita Penyakit Pneumonia

MASIH BANYAK: Kepala Dinkes Jatim, Kohar Hari Santoso saat memberikan materi di diskusi media. Ia menyebut penderita pneumonia di Jatim Masih tinggi. Foto: Baehaqi.

JATIMNET.COM, Surabaya - Sepanjang 2018 ada 124 ribu anak di Jawa Timur menderita penyakit pneumonia. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur merinci, 92.913 untuk penderita di bawah usia lima tahun. Sedangkan penderita di atas lima tahun ada 32.910 orang.

"Ada banyak faktor yang mempengaruhi. Lingkungan dan kesadaran masyarakat dalam memahami upaya preventif harus bisa ditingkatkan," ujar Kepala Dinkes Jatim, Kohar Hari Santoso dalam rilis yang diterima Jatimnet.com, Rabu 28 Agustus 2019.

Kohar mengakui, selama ini pneumonia memang paling banyak terjangkit pada anak usia di bawah lima tahun. Karena itu perlu adanya pencegahan secara preventif untuk menekan angka penderita.

Pakar Epidomologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair Surabaya, Dr. Muhammad Attoillah Isfandiari mengatakan, salah satu cara untuk bisa mencegahnya adalah melalui imunisasi. Cara ini dinilai lebih murah dibanding harus mengobati.

BACA JUGA: Lima Jenis Pekerjaan Ini Berbahaya untuk Kesehatan Paru-paru

"Dukungan lainnya tentu saja kebiasaan hidup sehat. Polusi yang terjadi di sebuah daerah juga berpengaruh," kata Attoillah.

Sementara itu, Kepala Perwakilan UNICEF Pulau Jawa, Tubagus Arie Rukmantara menambahkan, pemerintah sebaiknya lebih banyak mengalokasikan anggaran untuk pencegahan penyakit menular semacam pneumonia ini.

"Jika dibandingkan dengan ketika sudah sakit dan hatus diobati, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien akan jauh lebih besar. Maka dari itu tindakan pencegahan ini akan sangat tepat," ungkap Arie Rukmantara.

Namun, ia menilai, saat ini alokasi anggaran untuk upaya pencegahan pneumonia. Bahkan angkanya masih jauh dari angka pembelian obat langsung melalui asuransi, baik yang lewat swasta maupun yang dijamin oleh pemerintah melalui program BPJS.

BACA JUGA: Risiko Rokok Elektrik Terhadap Kesehatan Paru-paru

Hal senada juga diungkapkan anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur, Dr. dr. Dominicus Husada SpA.K. Dirinya juga menyoroti masih minimnya dukungan pemerintah dalam upaya pencegahan penyakit menular tersebut.

"Kalah dibanding dengan membayar BPJS untuk mengobati yang sudah sakit. Karena pencegahan itu memang hasilnya tidak terlihat. Padahal untuk investasi di masa depan, nilai anak-anak yang kebal dari serangan penyakit menular ini jauh lebih menguntungkan dibanding dengan anggaran yang dikeluarkan untuk BPJS," kata Dominicus.

Pun demikian menurut Dominicus, pemerintah kini juga tengah berupaya menambah satu jenis imunisasi untuk penyakit menular di Indonesia. Namun belum diputuskan imunisasi tersebut untuk diare atau pneumonia.

"Keduanya adalah penyebab kematian tertinggi anak di Indonesia. Ini masih alot dan tarik ulur," tutur Dominicus.