JATIMNET.COM, Jakarta – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) berharap pemerintah memiliki kebijakan untuk mendorong kestabilan harga pangan untuk menjaga inflasi dan daya beli masyarakat.

Menurut Kepala Penelitian CIPS Hizkia Respatiadi dalam keterangan resminya, Minggu 2 September 2018, stabilitas harga pangan memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia.

“Pemerintah sebaiknya tidak perlu memandang impor sebagai opsi yang merugikan. Impor hanyalah salah satu instrumen untuk menstabilkan harga pangan di dalam negeri,” terangnya sebagaimana ditulis Antara, Minggu 2 September.

Dengan masuknya barang dan jasa dari luar negeri mendorong konsumen untuk memperoleh harga yang kompetitif dan terjangkau. Dampaknya daya beli masyarakat tetap terjaga dengan baik.

“Untuk Indonesia, meski neraca perdagangan bahan pangannya defisit, PDB-nya justru tumbuh hingga 5,07 persen. Dengan demikian, semestinya Indonesia tidak perlu terlalu khawatir, karena masih mengimpor sebagian besar bahan pangan,” paparnya.

Hizkia mengemukakan harga pangan yang cenderung stabil memberi andil dalam menurunkan tingkat inflasi. Ini tercermin sepanjang bulan Ramadan dalam dua tahun terakhir yang laju inflasinya terjaga dengan baik.

Pernyataan ini merujuk pada neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 yang mengalami defisit 2,03 miliar dollar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, ekspor Indonesia pada Juli 2018 tercapai 16,24 miliar dollar AS atau naik 19,33 persen dibanding posisi Juli 2017. Begitu juga dengan nilai impor Indonesia di bulan Juli 2018 tercapai 18,27 miliar dollar AS atau naik 31,56 pada posisi yang sama tahun 2017.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengubah paradigma tanam padi sebagai salah satu upaya untuk menstabilkan harga beras. Pernyataan ini disampaikan di Istana Kepresidenan 30 Agustus silam agar keterseidaan kebutuhan pangan, terutama beras, bisa tetap terjaga.