
Reporter
Ahmad SuudiSenin, 5 April 2021 - 06:00
Editor
Ishomuddin
PEMBERSIHAN. Tim Reaksi Cepat BPBD Banyuwangi membersihkan material lumpur dari sungai yang meluap di jalan jembatan Desa Alasbuluh, Kec. Wongsorejo, Kab. Banyuwangi, Minggu malam, 4 April. Foto: BPBD Banyuwangi
JATIMNET.COM, Banyuwangi – Luapan sungai di Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi yang disertai lumpur membuktikan desa itu kini rawan banjir, padahal sebelumnya tidak. Akibat kejadian itu, lalu lintas di jalur pantura Banyuwangi-Situbondo sempat ditutup karena jembatan tergenang air dan material banjir memenuhi badan jalan.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi Eka Muharram Suryadi menjelaskan ada empat desa di Kecamatan Wongsorejo yang sebelumnya tidak berstatus rawan banjir, namun kini potensi banjirnya meningkat. Keempat desa itu antara lain Desa Alasbuluh, Bengkak, Sidodadi, dan Bangsring.
"Kawasan rawan banjir yang sudah diidentifikasi itu ada dua. Pertama Bajulmati, kemudian Bimorejo karena dialiri sungai besar. Itu dulu yang sering terkena banjir. Tapi sekarang beralih, terutama di wilayah hilir yang berdekatan dengan muara. Dulu empat desa ini terjadi banjir tapi tidak sebesar sekarang gangguannya," kata Eka, Senin, 5 April 2021.
BACA JUGA: Sempat Macet akibat Banjir, Jalur Pantura Banyuwangi Sudah Bisa Dilalui
Dia menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan empat desa tersebut menjadi wilayah baru yang rawan banjir. Pertama, kebakaran hutan di Pegunungan Ijen tahun 2019 yang menghabisi pohon-pohon di gunung yang sebelumnya berfungsi sebagai penyerap air ke dalam tanah.
Kebakaran hutan yang disebabkan warga sengaja membakar perkebunan yang dikelolanya itu menghanguskan sekitar 500 hektar kawasan Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup. Peristiwa itu berbuntut panjang hingga kini melahirkan kawasan banjir baru di wilayah hilir di desa-desa Kecamatan Wongsorejo.
Kedua, alih fungsi lahan yang sebelumnya ditanami pepohonan, oleh perusahaan perkebunan ditanami tanaman musiman. Hal itu juga mengurangi kemampuan tanah kawasan pekerbunan di kaki Pegunungan Ijen dalam menyerap air.
"Karena ketika kebakaran lahan hutan itu banyak pepohonan yang mati, sehingga harus ditanami dengan tanaman lagi. Ini khan butuh waktu yang panjang, untuk bisa tanaman itu sebagai penyerap air, penampung air. Karena hujannya turun terus-menerus dan akibat lahan yang belum selesai direboisasi, akhirnya air menggelincir tanpa ada serapan," kata Eka.
BACA JUGA: Penambangan Pasir di Kaki Gunung Raung, Rawan Longsor dan Banjir Bandang
Ketiga, pihaknya menemukan sampah sisa panen pertanian berada di dalam sungai-sungai hujan atau sungai yang mengalir hanya saat menerima air hujan di sana. Saat hujan lebat datang, sampah-sampah itu turut hanyut dan bertemu sungai besar dari gunung menuju hilir. Berbagai material yang ikut hanyut menyebabkan sumbatan di jembatan dan menyebabkan banjir, apalagi jembatan Desa Alasbuluh tengah diperbaiki.
Keempat, hujan dengan intensitas tinggi yang akhir-akhir ini terjadi membuat tanah tak mampu lagi menyerap air lebih banyak. Tanah telah menyerap air hujan yang berlangsung sebelumnya hingga jenuh atau penuh muatan air, sehingga hujan lebat pada Minggu, 4 April 2021, tak lagi mampu diserap ke dalam tanah.
Eka mengatakan pihaknya telah melaporkan kondisi itu dalam rapat koordinasi Pemkab Banyuwangi dan telah mendapatkan respons berupa penyusunan rencana mitigasi bencana atas kerawanan yang muncul. Namun, prosesnya masih membutuhkan waktu karena memerlukan pendanaan dan berbagai sumberdaya.
"Alhamdulillah sudah direspons dan sudah dijadikan sebuah planning (rencana) sebagai sebuah perencanaan mitigasi untuk mengurangi ancaman bencana yang terjadi akibat keterbukaan lahan itu," kata Eka.