Kamis, 25 April 2019 13:17 UTC
no image available
JATIMNET.COM Jakarta – Penyaluran kredit PT Bank BTPN Tbk hingga akhir Maret 2019 mencapai Rp 139,84 triliun, atau meningkat 114 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Peningktan kredit itu ditopang oleh segmen korporasi, UKM, pembiayaan konsumen, dan pembiayaan prasejahtera produktif.
Sementara aset bank hasil penggabungan usaha antara PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI) mencapai Rp 192,2 triliun, meningkat 101 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 95,8 triliun.
“Nilai aset dan kredit ini merupakan gabungan dari neraca Bank BTPN dan SMBCI, terhitung sejak efektif merger pada 1 Februari 2019,” kata Direktur Utama Bank BTPN Ongki Wanadjati Dana di Jakarta, Kamis.
BACA JUGA: BI Longgarkan Rasio Likuiditas Incar Kredit Tumbuh 12 Persen
Ongki juga mengatakan, dari sejumlah indikator, Bank BTPN memperlihatkan kinerja yang sehat dan kuat. Rasio kecukupan modal sebesar 23,1 persen, rasio kredit bermasalah 0,8 persen, dan rasio likuiditas sebesar 89 persen.
Adapun laba bersih setelah pajak sebesar Rp 507 miliar, lebih rendah lima persen dari tahun lalu. Jika tidak memperhitungkan pajak, laba sebesar Rp 801 miliar, hampir sama dengan tahun lalu.
“Hal ini disebabkan tingginya biaya dana (cost of fund), sedangkan kapasitas untuk mengompensasi peningkatan biaya dana ke para debitur terbatas,” kata Ongki.
BACA JUGA: Laba Bersih BRI Naik 10,43 Persen
Ia menjelaskan, selama triwulan pertama 2019, entitas baru hasil merger ini sejatinya bekerja efektif hanya dua bulan, yakni Februari dan Maret. Meski relatif singkat, roda organisasi tetap bekerja optimal, sehingga dapat mempertahankan laju pertumbuhan. Hal ini menunjukkan penggabungan usaha berlangsung lancar dan sesuai ekspektasi.
Ia mengatakan, Bank BTPN juga melayani segmen korporasi berskala besar di Indonesia, seperti badan usaha milik negara (BUMN), perusahaan multinasional, konglomerasi lokal Indonesia, dan perusahaan Jepang.
Pembiayaan korporasi antara lain mengalir ke proyek infrastruktur dan industri pendukung yang sejalan dengan program pembangunan yang dicanangkan pemerintah Indonesia.
“Sebelum merger bisnis ini dikelola oleh SMBCI. Setelah penggabungan usaha, portofolio ini dicatatkan ke dalam neraca Bank BTPN. Apabila dibandingkan dengan posisi tahun lalu, pembiayaan korporasi tumbuh 12 persen, dari Rp 64,3 triliun menjadi Rp 71,9 triliun (yoy),” Ongki mengatakan.
BACA JUGA: Target Penyaluran KUR BRI Naik 19,4 Persen
Ongki menjelaskan, segmen korporasi masih memiliki ruang yang sangat besar untuk bertumbuh. Optimisme ini sejalan dengan agenda besar pemerintah dalam menggalakkan infrastruktur demi mewujudkan pembangunan dan pemerataan di bidang ekonomi.
“Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), pemegang saham pengendali kami, memiliki keyakinan kuat terhadap masa depan ekonomi negeri ini. Dengan melaksanakan merger, SMBC ingin berkontribusi lebih besar,” katanya.
Sementara itu, kredit ke sektor UKM tumbuh 13 persen menjadi Rp 13,5 triliun, pembiayaan prasejahtera produktif meningkat 20 persen menjadi Rp 7,5 triliun, dan pembiayaan konsumen melonjak 106 persen menjadi Rp 6,11 triliun. Adapun kredit pensiun mengalami kontraksi 2 persen menjadi Rp37,7 triliun.
“Ke depan, kami berencana mengembangkan segmen komersial dan memperkuat retail banking. Produk dan layanan kami nantinya akan semakin lengkap,” lanjut Ongki. (ant)
