Selasa, 04 February 2025 09:20 UTC
Istiqomah menunjukkan foto anaknya, Malven, yang jadi korban meninggal dunia saat outing class di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta. Foto: Dini
JATIMNET.COM, Mojokerto – Tewasnya empat siswa SMPN 7 Kota Mojokerto yang terseret ombak di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, Selasa, 28 Januari 2025, menyisakan duka mendalam meski sembilan orang lainnya selamat.
Bahkan, salah satu orang tua korban melapor ke polisi atas insiden kecelakaan laut di pantai selatan ini.
Korban tewas antara lain Alfian Aditya Pratama, Bayhay F, Malven Yusuf, dan Rifky Yoeda Pratama. Keempatnya masih berusia 13 tahun dan Rifky terkahir kali ditemukan sehari setelah tenggelam oleh Tim SAR Gunungkidul dibantu relawan.
Keluarga Malven menjadi satu-satunya keluarga korban yang menolak perdamaian atas insiden maut ini
Bahkan, Yosef, 44 tahun, ayah Malven, menolak menandatangani surat perdamaian yang disodorkan pihak sekolah dan komite pada Rabu, 29 Januari 2025, tepat di hari kedua kematian korban.
Ia mengaku saat itu disodori surat pernyataan bermaterai sebanyak tiga lembar setelah rombongan para guru datang ke rumahnya untuk doa bersama.
BACA: Sebelum Tenggelam di Pantai Drini, 13 Siswa SMPN 7 Mojokerto Keluar dari Rombongan
Ia menyayangkan etika pihak sekolah tersebut yang dianggap terburu-buru dalam menyodori surat menyurat tersebut, apalagi kondisi masih dalam suasana duka.
"Saya tiba-tiba disodori suruh baca, suruh tandatangan secepatnya," ujarnya di rumah duka, Kamis, 30 Januari 2025.
Dia membeberkan isi dari surat itu adalah menyatakan bahwa pihak keluarga mengikhlaskan dan tidak menuntut secara hukum atas tragedi kecelakaan laut itu.
Menurut Yosef, hal tersebut tidak sopan, sebab disodorkan saat dalam suasana duka. "Ini tidak sopan, apalagi suasana masih duka, baru dua hari," katanya.
Menurut dia, yang membawa surat itu adalah wali kelas anaknya. Surat itu pun tidak ditandatangani Yosef,namun langsung disobek di hadapan guru itu.
Sedangkan, wali murid kedua korban meninggal dunia lainnya sudah menandatangani surat bermaterai itu.
"Setelah tanda tangan katanya ada santunan, itu yang membuat saya marah, langsung saya sobek," katanya.
Ia semakin geram sebab saat ini pihak sekolah belum pernah menjelaskan bagaimana kronologi putra tercintanya itu meninggal dunia.
"Gurunya kami tanya, tidak menjawab. Diam saja," kata Yosef.
Bahkan, informasi tentang anaknya meninggal dunia diketahui Yosef dan keluarga dari media sosial, bukan dari pihak sekolah.
"Kejadiannya pagi, tidak langsung ngabari keluarga, malah saya tahunya dari media sosial, bukan dari gurunya," katanya.
Tepat tujuh hari kepergian anaknya, istri Yosef, Istiqomah, melaporkan dugaan kelalaian yang menyebabkan kematian anak mereka ke Polres Gunungkidul, Selasa, 4 Februari 2025.
BACA: Jenazah Siswa SMPN 7 Mojokerto yang Sempat Hilang di Pantai Drini Gunungkidul Tiba di Mojokerto
tersebut disampaikan kuasa hukum keluarga korban, Rifan Hanum. Ia menyebutkan ada empat pihak yang dianggap bertanggung jawab atas insiden tragis ini, yakni kepala sekolah, wali kelas, agen travel, dan penanggung jawab Pantai Drini.
"Ada empat pihak yang kami sampaikan (laporkan) yaitu, pihak kepala sekolah, wali kelas, agen travel, dan penanggung jawab Pantai Drini," ujarnya usai membuat pelaporan di Kantor Polres Gunungkidul,” katanya.
Kegiatan di luar sekolah ini tak gratis. Siswa diminta membayar biaya perjalanan selama dua hari dan satu malam senilai Rp500 ribu per orang.
Jadwal keberangkatan 257 siswa dan 16 guru pendamping dimulai Senin, 27 Januari 2025, sekitar pukul 21.00 WIB dengan menggunakan lima armada bus.
Lalu dalam perencanaan Tour Itenary Jogja One Day yang beredar di media sosial, bus dijadwalkan kembali tiba di Kota Mojokerto, Rabu, 29 Januari 2025, dini hari sekitar pukul 02.00 WIB.
Biaya tak sedikit itu diakui Istiqomah. Istiqomah menyebut biaya yang ia keluarkan untuk outing class itu senilai Rp500 ribu dan pihak sekoila tidak memberi kuitansi bukti pembayaran.
Dia juga mengatakan tidak ada surat izin dari orang tua secara tertulis sebelum anaknya berangkat outing class.
"Biayanya Rp500 ribu, yang bayar anak saya langsung, ya tidak dikasih (diberi) surat atau kuitansi gitu," katanya.
