JATIMNET.COM, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerima audiensi Gubernur Bali I Wayan Koster beserta rombongan di Ruang Sidang Utama Gedung A, Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis 5 Desember 2019.

Dalam kegiatan tersebut Wayan Koster membawa draft dokumen terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Bali yang sudah digodok hampir 15 tahun lamanya itu juga sudah dibawa ke Komisi II DPR RI pada 26 November 2019.

Dalam prosesnya, Gubernur Bali terpilih periode 2018-2023, I Wayan Koster melanjutkan RUU tersebut dalam setahun. diketahui di dalam RUU itu memuat 12 Bab yang terdiri dari 39 pasal.

"Dokumen draft dan Naskah Akademik Rancangan UU yang sudah disiapkan sejak setahun yang lalu," ujar I Wayan Koster, Kamis 5 Desember 2019.

Secara lebih spesifik, RUU Provinsi Bali akan mengatur urusan Pemerintah Provinsi yang tertuang dalam Bab IV Pasal 8 RUU Provinsi Bali.

BACA JUGA: Revitalisasi Pelabuhan Benoa Diharapkan Berkontribusi Pada Kunjungan Wisata

Selain itu RUU ini juga akan menekankan prinsip otonomi daerah Bali dari aspek kebudayaan,adat istiadat, tradisi, subak, desa adat, penataan ruang, pariwisata, kependudukan, ketenagakerjaan dan lingkungan hidup.

Namun, masih menjadi perdebatan masyarakat Bali adalah munculnya pasal yang mengatur para pengusaha untuk mengutamakan tenaga kerja lokal diatur, tertuang dalam Bab IX Pasal 29.

Pasal tersebut menjelaskan agar para pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di Bali diwajibkan mengutamakan tenaga kerja lokal setempat. Meski demikian, Koster menganggap tidak ada persoalan di tingkat DPR khusunya di Komisi II.

"Kami bersyukur karena Komisi II DPR RI dan Ketua DPD RI memberikan respon yang sangat positif untuk mendukung usulan dari Provinsi Bali ini," katanya.

Menanggapi ajuan draft RUU Bali, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan selagi kajian akademik sudah lengkap serta tidak memberatkan anggaraan. Pihaknya bisa dengan cepat membawa RUU tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas_ pada tahun 2020-2025).

"Ini juga masih dalam koridor dan tidak bertentangan dengan filosofi dari Pemerintah Pusat, saya kira ini akan lebih mudah untuk didorong,” ungkap Tito Karanavian.

BACA JUGA: Pelabuhan Benoa Diredesain untuk Majukan Ekonomi dan Pariwisata

Lebih lanjut, Tito menjelaskan, Undang-Undang Bali memang semestinya diganti, mengingat kekinian dan Provinsi Bali masih menggunakan Undang-Undang tahun 1958 yang dasarnya terletak pada Undang-Undang Republik Indonesia Serikat (RIS).

Pada tahun tersebut, Bali, NTT, NTB masih menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat. Tito Menegaskan perubahan UU harus dilakukan untuk menetapkan kedudukan Bali serta menyesuaikan arahan kebijakan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

"Dilihat dari dasar hukum juga tidak sesuai, ini alasan yang sangat realistis saya kira. Itu saya kira salah satu alasan perlu adanya UU tentang Provinsi Bali, di bawah NKRI dan UUD 1945," ungkap Tito yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Ia menilai Rancangan UU Provinsi Bali dapat memberikan ruang gerak Otoritas Bali dalam mengembangkan potensi wisata budaya dan kearifan lokal untuk berkontribusi terhadap Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) maupun devisa negara.

"Kemudian memberikan ruang gerak yang lebih leluasa kepada Otoritas Bali untuk mengembangkan potensi budaya yang khas dan kearifan lokal, tetapi dalam rangka kebhinekaan, toleransi sesuai dengan semangat Pancasila dan UUD 1945," ujar Tito.

Sementara dalam pertemuan tersebut turut mendampingi Gubernur Bali, yakni Pimpinan DPRD Provinsi Bali, Anggota DPR RI daerah pemilihan Bali, anggota DPD RI Dapil Bali, Bupati Buleleng dan Wakil Bupati Buleleng, Bupati Gianyar, Bupati Klungkung, Wakil Bupati Bangli, Wakil Bupati Karangasem, Wakil Walikota Denpasar, Ketua DPRD Kabupaten/Kota se-Bali, Majelis Desa Adat Bali, Rektor Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, serta tokoh agama dan tokoh masyarakat Bali.

Gubernur Bali Serahkan RUU, Mendagri: Dalam Rangka Kebhinekaan dan Toleransi

Berita Populer

Baca Juga