
Reporter
HasanSenin, 30 September 2024 - 06:40
Editor
Ishomuddin
Aktivis PMII Mojokerto menggelar teatrikal dan orasi di depan kantor Pemkab Mojokerto, Senin siang, 30 September 2024. Foto: Hasan
JATIMNET.COM, Mojokerto – Puluhan kelompok mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggelar aksi peringatan September Hitam di depan kantor Pemkab Mojokerto, Jalan Ahmad Yani, Senin siang, 30 September 2024.
Kegiatan yang berlangsung sekitar pukul 13.00 WIB hingga menjelang sore ini menyoroti penegakan hukum sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ketua Pengurus Cabang PMII Mojokerto Bernando Akbar menyampaikan orasinya. Aksi ini dijaga ketat kepolisian yang berjaga sejak kegiatan unjuk rasa dimulai.
"Aksi ini menjadi warning bahwa semangat korban dan penyintas tetap ada dan berlipat ganda," ujarnya.
BACA: Hari HAM, PMII Gresik Desak UU Cipta Kerja Dibatalkan
Mereka mengenakan pakaian serba hitam dan pita warna merah. Peserta aksi membawa selebaran foto sejumlah tokoh kritis yang dibunuh, yakni aktivis HAM Munir Said Thalib, aktivis buruh Marsinah, dan pendeta Yeremia Zanambani.
Selain itu, mereka juga memasang kain besar bertuliskan ”Munir Ada dan Berlipat Ganda” dan menutupi gapura Kantor Bupati Mojokerto.
Dalam aksi ini, seorang peserta mengenakan topeng menyerupai hewan babi. Menurut Bernando, topeng tersebut menjadi simbol pengingat kekejian di masa lalu.
”Hal-hal yang sedikit membabi buta di masa lalu agar tidak terjadi di masa sekarang, terlebih di Mojokerto Raya,” katanya usai aksi.
Menurutnya, aksi penghujung September 2024 ini digelar sebagai bentuk solidaritas terhadap korban dan penyintas kejahatan kemanusiaan di Indonesia. Sebab, mereka tak kunjung mendapat keadilan.
Mahasiswa juga menyoroti penanganan kasus yang tak tuntas serta jaminan perlindungan hukum yang dinilai masih lemah.
BACA: Gelar Teatrikal dan Doa untuk Novia, PMII Mojokerto Desak RUU TPKS Disahkan
Aksi ini menyoroti sejumlah peristiwa yang terjadi pada September hingga akhirnya muncul istilah September Hitam. Peristiwa itu berupa pelanggaran HAM berat masa lalu atau yang terjadi sebelum adanya UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Peristiwa tersebut misalnya pembantaian yang terjadi tahun 1965 hingga 1966, peristiwa Tanjung Priok tahun 1984, dan penembakan mahasiswa saat demonstrasi reformasi atau yang dikenal dengan Tragedi Semanggi tahun 1999.
Selain itu, aktivis PMII juga menyinggung pengusutan kasus kematian aktivis HAM Munir tahun 2004 yang dianggap belum mengungkap dalangnya. Lalu pembunuhan aktivis lingkungan di Lumajang, Salim Kancil, tahun 2015; tindakan represif aparat dalam aksi #Reformasidikorupsi pada 2019; hingga pembunuhan pendeta Yeremia Zanambani di Papua tahun 2020, dan penggusuran masyarakat di Pulau Rempang tahun 2023 namun bisa digagalkan.
Aksi massa berakhir sekitar pukul 15.00 WIB setelah mahasiswa membuat kesepakatan dengan perwakilan pejabat Pemkab dan Pemkot Mojokerto untuk menggelar diskusi lanjutan.