
Reporter
Bayu PratamaSabtu, 2 November 2019 - 10:20
Editor
Hari Istiawan
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya – Protes wacana kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota di kawasan ring satu Jawa Timur yang mencapai Rp 4,2 juta disikapi LBH Surabaya.
Kepala Bidang Perburuhan dan Miskin Kota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Habibus Shalihin mengatakan, wacana kenaikan UMK seringkali dikaitkan dengan beban pengeluaran pengusaha dan kendala investasi, namun tidak berdasarkan realita yang sebenarnya.
“Bila benar terkendala dan menjadi beban keuangan perusahaan, mampu atau tidak mampu, salah satu caranya harus diaudit secara independen,” ungkap Habibus kepada Jatimnet.com, Sabtu 2 November 2019.
BACA JUGA: UMK di Kawasan Ring Satu Bisa Sentuh Rp 4,2 Juta
Ia menambahkan, bila memang perusahaan tidak mampu membayar upah, UU Ketenagakerjaan sudah mengatur melalui mekanisme penangguhan upah yang mengakomodir kepentingan pengusaha.
“Tapi kenyataannya pengusaha tetap melakukan rekrutmen dan menambah pekerjanya. Buktinya mereka mampu,” tambahnya.
Disamping itu, pihaknya bersama sejumlah serikat pekerja akan terus menolak kenaikan UMK yang berdasarkan PP nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Menurutnya, dasar kenaikan UMK harus berdasarkan pedoman survei kebutuhan hidup layak.
BACA JUGA: Apindo Jatim Akui Prediksi UMK Ring Satu Naik Rp 4,2 Juta Cukup Tinggi
“Perlu ada pembentukan tim survei yang terdiri dari beberapa elemen anggotanya seperti perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral atau akademisi,” jelasnya.
Lebih lanjut, untuk menjalankan survei tersebut harus menetapkan metode survei yang ditanyakan kepada responden sekaligus melakukan survei harga pasar untuk menentukan harga kebutuhan hidup layak.
“Setelah seluruh komponen dijalankan, hasil dari survei tersebut diserahkan kepada gubernur,” tambah pengacara publik LBH Surabaya itu.
BACA JUGA: Ini Perbedaan antara UMP dan UMK
Berikutnya, pelaksanaan survei dapat dilakukan dengan mengunjungi tempat survei harga, bangunan fisik pasar relatif besar, terletak di daerah kota, komoditas yang dijual beragam, banyak pembeli, dan waktu keramaian berbelanja relatif panjang dan waktunya dilakukan setiap bulan pada minggu pertama.
“Namun survei KHL tidak dipakai, justru yang dilakukan dengan mengecek inflasi, padahal kebutuhan hidup semakin meningkat,” tutupnya.