
Reporter
Khoirotul LathifiyahRabu, 29 Mei 2019 - 02:57
Editor
David Priyasidharta
Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (SDID), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Ali Ghufron Mukti. Foto: Khoirotul Lathifiyah
JATIMNET.COM, Surabaya - Dirjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (SDID) Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengatakan banyak lektor, lektor kepala hingga profesor di Indonesia menemui kesulitan dalam publikasi jurnal internasional.
Hal ini menjadi penanda bahwa sumber daya manusia di Indonesia masih lemah dalam menulis.
“Kelemahan kita itu menulis. Kenapa kita tidak begitu pandai menulis? Karena soal waktu dan budaya,” kata Ali saat diwawancarai di Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Selasa 28 Mei 2019.
BACA JUGA: Profesor Asal Malaysia Terjemahkan Manuskrip Ulama Aceh
Menurutnya, diperlukan komitmen yang tinggi dari pimpinan perguruan tinggi, dan dosen itu sendiri. Kemenristekdikti, kata Ali, telah menyediakan program ‘Merenunglah dosen, Kami bayar’.
“Maksudnya, pemerintah meminta kepada dosen untuk merenungkan inovasi atau penelitian dan hasilnya dipublikasikan. Inovasi baru itu bisa di berbagai macam bidang ilmu teknologi dan seni. Namun, kesulitan dan kendalanya di situ,” jelasnya.
Kemenristekdikti, kata Ali, menargetkan mencetak 22 hingga 25 ribu profesor dalam beberapa tahun mendatang. Sebab, saat ini Indonesia baru mencetak 5.550 profesor.
“Masih jauh. Ini ada percepatan untuk peningkatan melalui program-program kelas profesor, peningkatan kompetensi, bagaimana menulis di jurnal ilmiah. Di masing-masing perguruan tinggi ada program itu dan akan memberikan insentif siapa yang bisa meneliti, menulis, dan lainnya,” jelasnya.
Ia mengatakan berbagai macam cara sudah dilakukan seperti menerbitkan Peraturan Kemenristekdikti Nomor 20, dimana Lektor Kepala termasuk S3 sekarang harus menulis di jurnal internasional. Secara kuantitas memang ada hasilnya, namun secara kualitas belum berdampak.
BACA JUGA: Profesor Matematika Ini Mengajar Sambil Menggendong Bayi
“Di akhir tahun, kami akan mengevaluasi dan kita sekarang bisa mengcapture profesor A berapa publikasinya? profesor B berapa publikasinya? Dia sudah memenuhi target atau belum, kalau belum nanti bisa kita kaitkan dengan tunjangan guru besar,” ujar dia.
Ali mengatakan pihaknya sedang mendorong stimulasi agar lektor hingga profesor tetap aktif dan produktif. “Meskipun tidak menulis sendiri, namun bisa membimbing bimbingannya dan menulis bareng,” kata dia.
Sedangkan ihwal publikasi ke jurnal yang terindeks scopus, Ali mengatakan yang terpenting jurnal bereputasi, bisa scopus dan bisa juga tidak scopus.