Manipulasi Domisili Siswa, DPRD Jember Minta PPDB Zonasi Ditinjau Ulang

DPRD Jember Minta Dinas Pendidikan Jatim Tunjukkan Data Siswa Pakai SKD
Faizin Adi

Reporter

Faizin Adi

Rabu, 8 Juli 2020 - 11:20

Editor

Ishomuddin
manipulasi-domisili-siswa-dprd-jember-minta-ppdb-zonasi-ditinjau-ulang

POLEMIK PPDB. Tim dari DPRD Jember saat melakukan pertemuan dengan kepala SMA Negeri di Jember terkait dugaan manipulasi domisili siswa untuk menyiasati sistem zonasi PPDB, Rabu, 8 Juli 2020. Foto: Faizin Adi

JATIMNET.COM, Jember – DPRD Jember menggelar kunjungan ke beberapa SMA Negeri untuk merespons keluhan wali murid terkait dugaan manipulasi domisili siswa untuk menyaisati sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK. DPRD bersama beberapa wali murid yang merasa dirugikan akibat manipulasi domisili siswa itu membentuk dua tim.

Tim Komisi A yang dipimpin Ketua Komisi A DPRD Jember Tabroni Adyuta mendatangi SMA Negeri 1 Jember. Sedangkan tim Komisi D mendatangi SMA Negeri 2 Jember. Kedua SMA Negeri tersebut berada di pusat kota dan merupakan SMA favorit yang jadi idaman siswa maupun wali murid.

Kepada Anggota DPRD, pihak SMAN 2 Jember mengaku kesulitan untuk memberikan data rinci siswa baru yang sudah diterima dalam PPDB dengan sistem zonasi. Sebab, mulai tahun ini PPDB dilakukan secara online dengan panitia terpusat dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. “Tiba-tiba mereka sudah datang dengan menunjukkan bukti sudah diterima secara online. Kita tidak tahu menahu,” tutur Kepala SMA Negeri 2 Jember Edy Suyono.

BACA JUGA: Diduga Ada Manipulasi Domisili Siswa, DPRD Jember Minta PPDB SMA Ditunda

Edy mengakui pihak sekolah tidak melakukan pengecekan atau verifikasi faktual selama proses pendaftaran. Pengecekan hanya dilakukan secara administratif dengan menyesuaikan nama pendaftar dengan dokumen pendukung seperti Kartu Keluarga (KK) atau Surat Keterangan Domisili (SKD). Itupun dilakukan secara acak atau tidak semuanya dicek. Proses tersebut telah ditentukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur yang membawahi SMA/SMK. “Kalau soal dia benar-benar tinggal di alamat tersebut, kita tidak tahu,” kata Edy.

Berbeda dengan KK yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispenduk Capil), pembuatan SKD relatif lebih mudah sebab hanya melalui Kantor Kelurahan atau Desa dan Kantor Kecamatan.

“Sebenarnya, baik sekolah maupun wali murid sama-sama menjadi korban dari sistem zonasi ini,” tutur Edy. Edy mengaku tidak bisa berbuat banyak. “Kita hanya menjalankan aturan yang berlaku dari atas. Kita sama-sama korban kebijakan dari atas," ujarnya.

Edy sepakat dengan usulan untuk memperbaiki sistem PPDB tahun mendatang. Salah satunya dengan menghilangkan penggunaan SKD sebagai ganti KK. Bahkan Edy menilai sistem penerimaan siswa baru yang berlaku sebelum diubah Mendikbud zaman Muhadjir Effendy itu jauh lebih baik.

BACA JUGA: Diduga Ada Manipulasi Data PPDB, Wali Murid di Jember Wadul ke DPRD

“Kalau pakai tes seperti tiga tahun sebelumnya, kita juga siap. Malah lebih enak, karena sekolah bisa memilih. Kalau seperti sekarang, kita di lapangan bingung. Kita hanya menjalankan kebijaksanaan dari pusat,” Edy.

Permintaan data siswa yang diterima untuk merespons keluhan wali murid yang tergabung dalam Komunitas Peduli Pendidikan Anak (KPPA) Jember. Namun karena pihak sekolah tidak memiliki datanya, DPRD Jember akan memintanya ke instansi yang membawahi SMA Negeri.

“Kita akan sampaikan permintaan data ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur tentang mereka yang masuk SMA Negeri di Jember menggunakan SKD. Karena tahun ini, PPDB semuanya lewat online dengan panitia dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur,” tutur Sekretaris Komisi D DPRD Jember Nur Hasan.

Nur berjanji akan mengupayakan solusi atas keluhan wali murid yang dirugikan dari dugaan manipuladi SKD untuk menyiasati sistem zonasi. Ia menyebut ada beberapa kelurahan yang mengeluarkan SKD untuk siswa menjelang PPDB.

BACA JUGA: Khofifah Ingatkan SMA/SMK Tak Pungut Biaya dalam PPDB

“Terdapat  beberapa kelurahan di kawasan kota yang mengeluarkan SKD dengan umur sekitar satu hingga dua bulan (menjelang dibukanya pendaftaran PPDB). Ini tidak sesuai aturan karena syarat umur domisili untuk pendaftaran sistem zonasi setidaknya satu tahun menjelang PPDB,” kata Nur.

Nur juga sepakat agar sistem zonasi ditinjau ulang. “Harus ada perubahan sistem zonasi. Tidak pakai domisili, tapi pakai KK saja,” ujarnya. 

Menurutnya, sistem zonasi belum siap diterapkan di daerah karena sebaran sekolah belum merata. “Di beberapa kecamatan di Jember, ada yang tidak punya sekolah negeri. Kalau SMP mungkin masih merata, ada di setiap kecamatan,” kata politikus PKS ini.

Baca Juga