
Reporter
Hari IstiawanJumat, 21 Juni 2019 - 11:16
Editor
Hari Istiawan
Ilustrasi Gilas Audi
JATIMNET.COM, Jember – Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Dr Nurul Ghufron menilai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi melanggar konstitusi.
Menurutnya, sistem zonasi yang mengacu pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 akan menimbulkan ketidakadilan baru karena keterbatasan akses pendidikan berdasarkan zona atau wilayah.
"Sejak zaman Orde Baru sekolah-sekolah favorit bertumpu bukan hanya di satu kecamatan tertentu, bahkan bisa di satu desa tertentu," kata Nurul Ghufron.
BACA JUGA: Dispendik Tegaskan Pagu Tambahan PPDB Gunakan Sistem Pemeringkatan
Selain itu, akta dia, akan menimbulkan pameo baru bahwa orang desa tidak boleh sekolah di sekolah negeri bagus yang berada di kawasan kota karena sistem zonasi.
Belum lagi persoalan fasilitasn dan sarana prasarana antarsekolah juga belum merata karena faktanya hingga saat ini adanya sekolah-sekolah favorit karena memang didukung adanya prasarana dan sumber daya manusia (SDM) yang beragam.
"Selama SDM dan sarana prasarana masih menjadi kesenjangan, maka akses berdasarkan zona hanya akan menimbulkan ketidakadilan," katanya Ghufron.
BACA JUGA: Zona Masalah Sistem Zonasi
Ia mengatakan tanggung jawab memberikan keadilan pendidikan bukan dengan memaksa dan membatasi siswa ke sekolah tertentu, termasuk berdasarkan zona wilayah, namun dengan menjamin kesetaraan SDM dan sarana prasarana sekolah.
"Negara itu menjamin warganya untuk berpendidikan (bersekolah) dan kewajiban negara untuk mencerdaskan bangsa serta hak warga negara untuk memilih sekolah, sehingga membatasi dalam zona tertentu bisa dinilai merupakan pelanggaran konstitusional," ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Ghufron juga mempertanyakan basis zonasi apakah di tingkat desa, kecamatan atau kabupaten/kota karena sebaran sekolah yang beragam di sebuah kabupaten/ kota tertentu bisa jadi lebih dekat dengan lokasi sekolah kabupaten lain, sehingga kalau berdasarkan zona kabupaten maka peserta didik harus dipaksa untuk tunduk pada zona lokasi sekolahnya, sehingga bisa menghambat.
BACA JUGA: Ombudsman Sebut Dua Masalah Utama PPDB Sistem Zonasi
"Itu bukan saja tidak memberikan keadilan, namun sebaliknya menyulitkan akses warga kepada sekolah yang bisa menghambat program pendidikan bangsa secara lebih mendasar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa," ujarnya.
Menurutnya, PPBD berbasis zonasi akan menuai masalah dan berharap tidak menjadi bom waktu bagi kehidupan pendidikan Indonesia, karena anak-anak tersebut bukanlah kelinci percobaan.
"Pemerintah seharusnya yang wajib memeratakan standar sekolah dan bukan siswa yang dipaksa masuk ke sekolah tertentu, sehingga paradigma negara dalam memfasilitasi sekolah harus begitu," pungkasnya.(ant)