Tidak Penuhi Kuota 120 Bacaleg, Tujuh Partai Dinilai Gagal Menciptakan Kader

Rochman Arief

Reporter

Rochman Arief

Jumat, 20 Juli 2018 - 07:55

tidak-penuhi-kuota-120-bacaleg-tujuh-partai-gagal-menciptakan-kader

kebingungan pendaftaran caleg

JATIMNET.COM – Pendaftaran Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) Partai Politik ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi tolak ukur keberhasilan pengkaderan. Tercatat tujuh partai politik Jawa Timur dinilai tidak penuhi 120 Bacaleg, sesuai dengan aturan ke penyelenggara pemilu.

Tujuh partai tidak bisa memenuhi batas maksimal ini adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyetorkan 115 kader, Partai PKPI sebanyak 58 kader, Partai PBB sebanyak 90 kader, Partai PSI sebanyak 63 kader, Partai Garuda 29 kader, PPP sebanyak 119 kader, dan PAN sebanyak 116 kader.

Menurut salah seorang Pakar Politik Universitas 17 Agustus 1945, Prof Agus Sukristyanto, tujuh partai yang tidak mampu mendaftarkan Bacalegnya itu KPU. Dia menilai partai itu tidak mampu menciptakan kader. Walaupun itu partai besar.

“Ada kegagalan pada partai-partai itu dalam menyiapkan kader untuk dijadikan Bacaleg,” kata Prof Agus Sukristyanto, Pakar Politik Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya kepada JATIMNET.COM, Jumat, 20 Juli 2018.

Agus mengatakan, sebagai partai politik harus menjalankan langkah pengkaderan, komunikasi program partai, dan menjalankan fungsi partai. Jika partai politik tidak bisa menjalankan ini, maka partai tersebut tidak akan mendapatkan kader untuk maju ke pentas perpolitikan sesungguhnya.

Untuk itu, tujuh partai yang tidak mampu menyediakan kader dan memenuhi kuota 120 orang sesuai ketentuan KPU. Maka partai tersebut bisa dikatakan tidak bisa menjalankan fungsi partai.

“Jadi bisa dikatakan ketujuh partai ini tidak bisa menjalankan fungsi partai. Harusnya kalau pengkaderan dilakukan dengan baik, partai mampu dong memenuhi kuota 120 orang,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Guru Besar Untag ini, tidak mampunya partai menyediakan kader sesuai kuota juga bisa dipengaruhi faktor lain. Misalnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai yang bersangkutan, karena partai sekarang cenderung korupsi, jadi minat masyarakat untuk menjadi kader rendah sehingga mereka tidak mau terjun ke politik.

Apalagi, segmentasi partai politik yang ada di Indonesia tidak jelas. Dalam teori, ungkap Agus, partai politik akan menyasar dua segmentasi, yakni kelas menengah atas atau kelas menengah bawah.

Fakta ini berbeda di Indonesia, banyak partai yang menyasar segmentasi sesuai keinginan pemilik partai, ada nasionalis, agamis, buruh, maupun segmentasi lainnya. “Inilah yang membuat partai-partai tidak fokus dalam bekerja. Mereka tidak mengetahui haraus mengarah ke segmentasi mana,” jelas dia.

Yang lebih mengerikan, ada kader partai yang tidak memiliki integritas dalam berkelakukan. Misalnya, kader yang suka pindah-pindah partai saat tidak menemui jalan keluar terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi di partainya.

Faktor ini juga membuat masyarakat semakin malas untuk terjun ke partai politik. “Kan banyak yang integritasnya diragukan, sering pindah-pindah partai,” beber Agus.

Baca Juga