
Reporter
Khoirotul LathifiyahJumat, 5 April 2019 - 04:39
Editor
David Priyasidharta
KLASIK. Gedung Siola yang berada di salah satu poros segitiga emas Jalan Tunjungan Surabaya. Foto: Khoirotul Lathifiyah
JATIMNET.COM, Surabaya - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sedang gencar merevitalisasi kawasan segitiga emas yakni Jalan Tunjungan, Embong Malang dan Blauran. Dan yang sedang dikebut pengerjaannya saat ini adalah poros Tunjungan.
Istilah Tunjungan sudah tidak asing bagi masyarakat Jawa Timur karena ada lagu Mlaku-mlaku Nang Tunjungan yang telah akrab terdengar. Kawasan Jalan Tunjungan pada masa Belanda dikenal sebagai Nieuwe Surabaia atau Surabaya Baru.
Nama tersebut merupakan bahasa Belanda. "Nah, sebelumnya kawasan itu disebut Oud Surabaia," kata Direktur Sjarikat Poesaka Soerabaia, Freddy H Istanto dihubungi via telepon, Jumat 5 April 2019.
Nama tersebut berubah karena pada saat itu kawasan Tunjungan menjadi pusat perdagangan terkenal dan terbesar setelah Jalan Kembang Jepun di Surabaya Utara.
BACA JUGA: Pemkot Akui Proses Revitalisasi Kembang Jepun Lamban
Herry mengungkapkan mulanya pusat perekonomian di Kembang Jepun, lalu ada perpindahan ke Selatan mulai dari Tugu Pahlawan, Kebun Rojo, hingga akhirnya berpusat di Jalan Tunjungan.
"Kawasan di Jl Tunjungan dan Embong Malang, dan Kragan menjadi pusat perekonomian baru pada masa itu," katanya.
Ia menjelaskan dari beberapa gedung yang berada di kawasan tersebut gedung atau toko yang paling jaya dan terkenal yakni Gedung Siola yang menjual sepatu dan tas. Gedung ini juga disebut sebagai White House dengan arsitekturnya bergaya modern atau gaya internasional, waktu itu.
Kemudian ada toko Metro yang merupakan deks store yang juga terkenal pada waktu itu. "Toko metro saat ini dijadikan sebagai hotel," kata Freddy.
Ia menjelaskan kawasan tersebut sebagai pusat bisnis. Setiap setiap ramai dikunjungi karena konsep pertokoannya hingga di trotoar. Jadi sepanjang trotoar di Tunjungan itu ada orang yang berjualan.
BACA JUGA: Potensi Wisata Kota Tua Kawasan Segitiga Emas Surabaya Dikaji
Menurut Freddy, konsepnya pun menarik dengan adanya penutup atau atap di trotoar tersebut. Untuk bangunannya sendiri merupakan bangunan kolonial gaya internasional, yakni yang berkembang di Eropa.
Dan karena dulu tidak ada konsep warna lain, maka yang digunakan adalah warna putih untuk bangunannya. "Untuk Gedung Siola itu dulunya merupakan bangunan milik orang Inggris," kata Freddy.
Ia juga menambahkan, karena para pengusaha menampilkan barang yang sangat mahal dan terkini pada jaman itu, kawasan tersebut didominasi masyarakat Belanda. Karena menurutnya masyarakat Jawa tidak mampu untuk membeli maupun datang ke sana karena daerah perdagangan dan pertokoan yang mahal.
Ada juga gedung yang legendaris yakni Gedung Hotel Majapahit. Di masa menjelang kemerdekaan pada 1945, perundingan kemerdekaan dilaksanakan di gedung tersebut. "Itu ada pertemuan antara pimpinanan belanda dan rakyat pemuda indonesia," katanya.
Ia berharap dengan adanya sejarah tersebut, Pemkot Surabaya dapat menghidupkan kembali kawasan tersebut. Namun tidak mengubah konsep Street picture atau wajah jalan di kawasan tersebut yang terdapat Gedung Siola, bentuk pertokoan sentral.
BACA JUGA: Revitalisasi Kawasan Segitiga Emas Jalan Tunjungan Bernuansa Klasik
"Jadi kawasannya jangan sampai berubah, boleh saja Facade atau bangunan tetap itu bisa diperbagus dengan pengecatan," katanya.
Selain itu, ia menyarankan agar meningkatkan kreatitas warga Surabaya. Misalnya car free day, jadi harus ada sesuatu yang menarik, memanfaatkan bangunan-bangunan kosong untuk difungsikan.
"Nah seperti di Belanda itu pemerintah mengambil alih, dijadikan pusat Co Working untuk anak-anak muda," katanya.
Jadi bisa saja pemkot menggunakan kawasan tersebut untuk industri kreatif, meningkatkan kreativitas anak-anak muda, dan juga mengembangkan StarUp bisnis untuk masyarakat khususnya anak muda.