
Reporter
A. BaehaqiMinggu, 5 Mei 2019 - 09:08
Editor
Rochman AriefNAIK PERAHU. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa meninjau dampak banjir di Kecamatan Cerme, Gresik, Minggu 5 Mei 2019. Foto: Baehaqi Almutoif.
JATIMNET.COM, Surabaya – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menilai dampak banjir yang disebabkan luapan Sungai Lamong tidak bisa diselesaikan Pemerintah Kabupaten Gresik saja.
Menurut gubernur wanita pertama di Jatim itu dibutuhkan keterlibatan daerah lain mulai dari di hulu sungai hingga hilir, untuk mengatasi banjir yang melanda Gresik.
“Karena Gresik ini menampung banjir dari Lamongan dan Bojonegoro. Kalalu tidak dilakukan konektivitas antar pemerintahan, termasuk di dalamnya Surabaya, proses mencari penyelesaian tidak bisa permanen,” ujar Khofifah di sela meninjau banjir kali Lamong, Gresik, 5 Mei 2019.
Penanganan banjir yang merendam lima kecamatan mulai pekan lalu itu harus dilihat secara menyeluruh. Cara yang digunakan dengan melihat semua aspek dalam satu kesatuan tata ruang.
BACA JUGA: Kunjungi Korban Banjir Gresik, Khofifah Disambati Tak Ada Tanggul
Mulai dari wilayah hulu di Bojonegoro dan Lamongan, hingga hilir di Gresik dan Surabaya. Sebab banjir di Gresik ini tidak bisa hanya mengandalkan pompa. Sebab menggunakan pompa tidak bisa membuang air ke sungai pada saat debitnya sudah berlebihan.
“Saya sudah bertanya, apakah tidak bisa menggunakan pompa? Ternyata tidak bisa, karena sungai sudah over. Jadi tidak mungkin menampung air,” ungkap gubernur kelahiran Surabaya itu.
Titik permasalahan banjir di Gresik ini sebenarnya disebabkan meluapnya Sungai Lamong. Sungai dengan panjang 10 kilometer itu tidak mampu menampung air akibat curah hujan dengan intensitas tinggi. Dampaknya melipatgandakan debit air yang mencapai 700-1.000 meter kubik per detik.

CICIPI NASI. Gubernur Jatim meninjau dapur umum penanganan banjir di Gresik yang melanda sejumlah kecamatan. Foto: Baehaqi Almutoif.
Padahal daya tampung Sungai Lamong hanyalah 250 meter kubik per detik. Sementara curah hujan meningkat seperti pekan lalu, langsung menenggelamkan beberapa wilayah Gresik Selatan.
"Pada posisi ini apakah plan A, plan B, dan plan C yang sudah kita diskusikan sudah sesuai. Seperti plan A, dengan mendirikan tangul. Artinya perlu disiapkan pintu-pintu yang bisa jadi kanalisasi ketika ketinggian air tertentu harus dibuka pintu airnya,” terang Khofifah.
Atau, lanjut mantan menteri sosial itu, plan B membutuhkan normalisasi Sungai Lamong. “Sendimitasi yang terus meninggi itu menyebabkan pendangkalan. Pada akhirnya kapasitas daya tampung mengecil. Pada saat intensitas air tinggi, air akan meluber,” tuturnya.
BACA JUGA: Surabaya Bangun Waduk Atasi Banjir Sumberejo
Meski demikian, berbagai rencana penanganan akan dibicarakan dengan pemerintah pusat. Pembicaraan menyeluruh bersama Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, BBWS Bengawan Solo, dan DAS Brantas untuk menghitung langkah yang tepat.
“Harus dirapatkan dengan pimpinan terbatas kembali. Supaya bisa menghitung kemungkinan support (dana) APBN,” tandasnya.
Sebelumnya, data BPBD Gresik, wilayah terdampak banjir semakin meluas menjadi lima kecamatan, antara lain di Kecamatan Balongpanggang, Benjeng, Cerme, Menganti dan Kedamean. Kecamatan Cerme ada 10 titik, Kecamatan Menganti lima desa, Kecamatan Benjeng enam desa, dan Kecamatan Balongpanggang tujuh desa.
Genangan air di Desa Sedapurklagen dan Benjeng terlihat sudah surut. Adapun di wilayah Kecamatan Balongpanggang, terdapat empat desa mulai surut, seperti Desa Dapet, Desa Karangsemanding, Desa Sekarputih, dan Desa Pucung.