Pemkab Janji Kaji Protes Warga Tujuh Desa Terkait Coblosan Simetris

Dini

Reporter

Dini

Senin, 18 November 2019 - 16:24

pemkab-janji-kaji-protes-warga-tujuh-desa-terkait-coblosan-simetris

PROTES PILKADES. Seratusan warga dari tujuh desa menggelar protes pelaksanaan pilkades ke Bupati dan Wakil Bupati Mojokerto, Senin 18 November 2019. Foto: Karina Norhadini

JATIMNET.COM, Mojokerto - Pemerintah Kabupaten Mojokerto berjanji akan mengkaji keberatan yang disampaikan tujuh desa terkait coblosan simetris di Pemilihan Kepala Desa Serentak 2019 lalu.

Sebelumnya, sebanyak 150 warga berunjuk rasa terkait pelaksanaan pilkades serentak yang tak disertai tata tertib tentang coblosan simetris. Massa menuntut penghitungan suara ulang di tujuh desa.

Warga yang berunjuk rasa berasal dari Desa Gayaman, Kecamatan Mojoanyar, Desa Kebontunggul, Kecamatan Gondang, dan Desa Karangkedawang, Kecamatan Sooko. Mereka mewakili empat desa lainnya yang mengajukan keberatan terkait hasil pilkades.

Keempat desa lainnya tersebut adalah Desa Centong (Gondang), Desa Banyulegi (Dawarblandong), Desa Sumbersono (Dlanggu), Desa Pagerluyung (Gedeg).

BACA JUGA: Anggap Pilkades Tidak Beres, Warga Mojokerto Wadul Bupati

Sebelumnya, surat keberatan terhadap hasil pilkades di tujuh desa sudah disampaikan para calon kades secara tertulis ke Pemkab Mojokerto beberapa waktu lalu dan sudah di serahkan ke Wakil Bupati Mojokerto.

Menanggapi hal ini, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Mojokerto Ardi Sepdianto menjelaskan, semua hasil audensi terkait aspirasi warga terhadap pilkades serentak 2019 sudah ditampung.

"Audiensi tadi sudah kami buatkan berita acara. Nanti akan disampaikan kepada wakil bupati. Kami menyetujui, namun yang menentukan kebijakan tetap wakil bupati," ucapnya.

Pihaknya juga menampik kalau tata tertib tidak disosialisasikan secara masif ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Kepala Desa dan panitia pilkades serentak di tingkat desa.

BACA JUGA: Sekolah MI dan SMP Islam Sabilulrosyad Mojokerto Rusak

"Kami sudah sosialisasikan tatib tersebut yang berpedoman pada Pasal 40 Permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang pilkades.

Menurut tafsir Permendagri 112, surat suara dianggap sah lebih dari satu coblosan kalau masih di dalam kotak (gambar cakades). Kalau coblosan satunya di luar kotak, tidak sah. Tatib ini turunan dari Permendagri," jelasnya pada awak media.

Kendati begitu, imbuh Ardi, pihaknya akan mengkaji keberatan yang disampaikan tujuh desa terkait coblosan simetris.

"Tak sampai Desember, keberatan itu kami jawab secara tertulis. Kami harap semua pihak taat aturan," tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum para calon kades yang gagal terpilih, Mat Atim mengatakan, dalam aksi kali ini, tuntutan utama yakni penghitungan ulang pilkades di tujuh desa yang kemarin mengelar pilkades serentak 23 Oktober 2019.

BACA JUGA: Pemuda Mojokerto Jaga Permainan Tradisional Melalui Festival Dolanan

"Landasan utama dalam tuntutan penghitungan ulang adalah kurang jelasnya aturan main penghitungan suara yang dibuat panitia pilkades. Khususnya dalam menentukan aturan suara dalam kasus coblosan simetris," paparnya.

Tak adanya tata tertib yang mengatur keabsahan coblosan simetris, membuat panitia Pilkades di setiap desa membuat penafsiran berbeda. Bahkan, ada yang menyatakan coblosan simetris sebagai suara sah, banyak juga yang menyatakan tidak sah.

"Di wilayah lain, coblosan simetris sah secara hukum selama lubang kedua tidak di kotak gambar calon lain. Kabupaten lain membuat buku panduan untuk setiap panitia. Di Kabupaten Mojokerto karena tidak ada sosialisasi, setiap panitia di masing-masing desa menafsirkan sendiri keabsahan coblosan simetris," ujarnya.

Hal yang sama disampaikan koordinator aksi, Supriyo. Menurutnya ada satu kecamatan dengan pemahaman aturan yang berbeda, tetapi kasus yang sama yakni coblosan simetris atau coblosan tembus.

"Ada yang menganggap sah, juga ada yang menganggap tidak sah,” bebernya.

Baca Juga