Partai Demokrat Dianggap Gadaikan Ideologi

Rochman Arief

Reporter

Rochman Arief

Jumat, 10 Agustus 2018 - 13:52

partai-demokrat-dianggap-gadaikan-ideologi

Prof Agus Sukristyanto

JATIMNET.COM, Surabaya – Kekecewaan Partai Demokrat terhadap keputusan Prabowo Subianto tidak bisa disembunyikan. Sebab Prabowo lebih memilih Sandiaga Uno daribada Agus Harimurti Yudhoyono. Namun Demokrat harus memendam kekecewaan itu, sebab partai berlambang bintang mercy ini membutuhkan panggung dalam Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang.

Pakar Politik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Prof Agus Sukristyanto menganalisa, ada yang tidak beres dalam Partai Demokrat. Sebagai partai yang sempat bertengkar hingga keluar pernyataan Jendral Kardus seharusnya tidak berkoalisi. Ini mencerminkan betapa partai ini tidak memiliki ideologi yang kuat, imbasnya juga tidak akan memiliki pendirian.

“Inilah persoalan yang sering muncul di Indonesia. Di negara kita ini menganut sistem multi partai, beda dengan luar negeri yang menganut dwi partai,” katanya, Jumat 10 Agustus 2018.

Dwi partai jelas memiliki kelebihan dengan penguatan ideologi, artinya pendirian sangat dipertahankan. Dwi partai ini juga menguatkan ideologi kadernya yang memiliki sikap malu pindah partai. Sedangkan multi partai, tidak memiliki ideologi yang kuat dan kadernya cenderung suka ‘lompat pagar’.

Fakta inilah yang tersaji di pentas Pemilihan Presiden (Pilpres). Drama pencarian Wakil Presiden menunjukan etika politik yang kurang baik. Bahkan muncul stetemen ‘Jendral Kardus’ dan ‘Jendral Baper’. Kondisi ini menunjukan pembelajaran politik yang buruk kepada masyarakat.

“Pada akhirnya kembali berkoalisi. Seharusnya kan malu, karena sudah saling cerca,” lanjut Agus.

Guru Besar Untag ini menerangkan, keputusan Demokrat untuk berkoalisi dan mendukung pasangan Presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menjadi keputusan sangat berat. Keputusan Demokrat bergabung dengan Gerindra menunjukkan keputusan yang terpaksa dan tidak ada rasa tulus.

Bergabungnya Demokrat dalam koalisi ini juga harus diwaspadai. Pasalnya tidak menutup kemungkinan ada hal-hal yang tidak diinginkan. Demokrat Agus hanya membutuhkan panggung untuk bisa tampil dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2018 mendatang.

“Bisa dibilang Demokrat menggadaikan ideologi untuk bisa tampil dalam pemilihan umum nanti,” ucap dia.

Dalam aturan baru yang menganut presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen memang memberatkan Demokrat. Apabila Demokrat jika tidak ambil bagian dalam pilpres ini, besar kemungkinan pada pemilu berikutnya tidak  bisa ambil bagian.

Sebab aturan yang sudah disepakati DPR RI ini menyebutkan, partai yang tidak mencalonkan presiden tidak boleh mengikuti pemilu pada periode berikutnya. Itu  sebabnya Demokrat memilih balik kucing bareng Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sosial (PKS).

Lebih malu lagi, jika Demokrat kembali ke koalisi Joko Widodo dengan sembilan partai pengusung, PKB, PDI Perjuangan, PPP, Nasdem, Hanura, Golkar, PSI, Perindo, dan PKPI. Pasalnya, Jokowi dengan gamblang telah memberi kesempatan Demokrat untuk bergabung. Tetapi mereka justru menjauh dan mengatakan tidak memiliki visi ekonomi yang sama untuk membangun Indonesia.

Belum lagi ada indikasi permasalahan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang belum selesai. Keduanya masih ada sekat yang belum terselesaikan hingga sekarang.

Baca Juga