
Reporter
Bayu PratamaKamis, 19 September 2019 - 01:09
Editor
Dyah Ayu Pitaloka
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto:Dok
JATIMNET.COM, Surabaya - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai kedatangan Presiden Joko Widodo ke Riau terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) harus diikuti dengan peninjauan dan pencabutan izin konsesi lahan yang terbakar.
"Jika tidak mau dituduh pencitraan, kehadiran ke lapangan harus diikuti dengan review dan pencabutan izin konsesi yg terbakar," ungkap Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Walhi Nasional, Wahyu A. Perdana, Rabu 18 Agustus 2019.
Pihaknya mendesak agar pemerintah melakukan upaya hukum agar kerugian dan pemulihan lingkungan hidup dibebankan pada korporasi.
"Sebagaimana tanggung jawab mutlak dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," lanjutnya.
BACA JUGA: Kebakaran di Riau Disikapi Empat Organisasi Kemahasiswaan Daerah
Wahyu menilai kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau, Sumatera, dan daerah Kalimantan butuh penyelesaian strategis dengan wewenang Presiden Joko Widodo.
"Presiden bisa tetap melihat putusan Mahkamah Agung terkait karhutla, bukan malah mengajukan peninjauan kembali, di antaranya isi putusan yakni membuka data nama perusahaan dan konsesi yg terbakar," tegasnya.
Selanjutnya, ia menyebut presiden harus mencabut izin konsesi perusahaan yg terbakar.
Selain penegakan hukum kepada perusahaan, Wahyu mengingatkan upaya tanggap darurat yang seharusnya bisa dilakukan dengan menjalankan putusan gugatan yang sudah dimenangkan MA.
BACA JUGA: Walhi: Lemahnya Penegakan Hukum Terhadap Kawasan Konsesi di Lahan Gambut
"Dalam putusan gugatan Citizen Law Suit yang telah dimenangkan warga, ada beberapa upaya yakni membangun rumah sakit khusus korban asap, sekaligus menggratiskan untuk korban asap pada daerah terdampak," tutur Wahyu.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Riau terkait karhutla, Selasa 17 September 2019.
Presiden meninjau lokasi karhutla dan melakukan rapat terbatas untuk menanggulangi kebakaran yang mengakibatkan Riau dan beberapa daerah di Sumatra dalam kondisi status bahaya polusi udara.