Hidup Mati Penyeberangan Ujung-Kamal, Demi Tetap Melayani

Nani Mashita

Reporter

Nani Mashita

Jumat, 9 November 2018 - 11:00

hidup-mati-penyeberangan-ujung-kamal-demi-tetap-melayani

Caption: Suasana penyeberangan Ujung Kamal. Foto: Nani Mashita

Mendung menggelayut tebal di Penyeberangan Ujung-Kamal, Jumat pagi, 9 November 2018. Sayup-sayup terdengar lagu "Selamanya Cinta" yang dinyanyikan Afghan dan Raisa.

Suasana penyeberangan pagi itu lengang. Tak banyak aktivitas orang maupun lalu lalang kendaraan disekitarnya. Hanya beberapa motor yang terlihat mengantre untuk masuk ke kapal "Jokotole" yang sudah merapat ke dermaga. Mereka menanti proses pengisian bahan bakar tuntas.

Beberapa calon penumpang terlihat duduk manis di kursi yang disediakan di sebelah jalur masuk ke kapal. Tak ada banyak bicara dan tak ada tegur sapa di antara mereka, hanya kepul asap rokok melawan bosan karena menanti.

Salah satunya Soleh, warga Kamal yang berprofesi sebagai tukang sapu jalanan di sekitar penyeberangan. Awalnya dia menolak saat akan diwawancarai karena bekerja di salah satu perusahaan kapal penyeberangan.

Namun ia terkejut begitu mengetahui ada wacana untuk menghilangkan penyeberangan karena terlalu sepi penumpang. "Ya jangan ditutup mbak, nanti saya gak bisa berangkat bekerja," katanya.

Dia kemudian bercerita jika tiap hari selalu menggunakan jasa penyeberangan ini. Berangkat dari rumah setiap jam 05.00 WIB, dia naik kapal feri pertama pada jam 06.00 WIB.

Bapak satu anak ini berharap penyeberangan Ujung-Kamal ini tidak tutup. Kalau harus memutar ke jembatan Suramadu tentu menyulitkan, apalagi dia tidak punya motor atau kendaraan. "Jadi jangan ditutup penyeberangannya," katanya.

Makruf, penumpang lainnya, terang-terangan menolak penutupan penyeberangan ini. Selain faktor jarak yang jauh jika lewat jembatan Suramadu, faktor keselamatan jadi pertimbangan utama. "Wah jalur alternatifnya banyak begal mbak, Saya gak berani lewat sana. Kalau lewat jalur yang biasa, jauh sekali," ungkapnya.

Hal senada juga dikatakan Arya Rudi, penumpang asal Gresik. Dia juga berharap penyeberangan tidak ditutup. Rudi mengaku lebih suka naik kapal karena lebih dekat dengan rumah saudaranya. "Kejauhan kalau harus lewat Suramadu," katanya.

Kalaupun ada jalur alternatif, dia mengaku ngeri lantaran jalur yang disediakan sepi dan gelap. Lelaki 49 tahun itu mengatakan jalur itu rawan kejahatan. "Infonya banyak begal disana, jadi ya lebih enak disini, aman," katanya.

Dari segi ongkos, naik Penyeberangan Ujung-Kamal dianggap lebih murah. Untuk penumpang ditarik Rp 5000 dan kendaraan roda dua Rp 7.000. "Kalau lewat Suramadu, boros di bensin dan waktu karena harus memutar dulu jalannya," pungkasnya.

Pengendara yang melintas di penyeberangan Ujung-Kamal setidaknya harus membayar Rp 7.000 untuk pengendara motor, dan 46.000 untuk pengendara roda 4. Di golongan paling tinggi, tarif penyeberangan kendaraan penumpang paling mahal Rp 59.000 sementara kendaraan barang Rp 81.000.

Ihwal sepinya penumpang Ujung-Kamal tidak dibantah oleh Kepala PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Tanjung Perak Surabaya, Rudy Hanafiah. Salah satu indikatornya adalah jumlah kapal yang beroperasi di penyeberangan ini.

Sebelum ada Jembatan Suramadu, ada 18 kapal yang beroperasi dan dua diantaranya dioperasionalkan PT ASDP. Pada tahun 2010, turun drastis menjadi 9 kapal, tahun 2011 menjadi 7 kapal dan tahun 2013 hanya 6 kapal yang beroperasi. "Dan sejak 2016 hanya 3 kapal yang beroperasi, dimana dua kapal milik oleh PT ASDP," ujarnya.

Penurunan jumlah penumpang diakui sebagai penyebab turunnya jumlah kapal yang beroperasi. Berapa jumlah penumpang angkutan penyeberangan Ujung-Kamal, pasca penggratisan Suramadu, hingga saat ini masih dievaluasi. "Tidak signifikan turunnya. Masih dalam proses evaluasi karena pelaksanaannya masih relatif baru," ujarnya.

Rudy mengatakan meski tidak feasible dari segi bisnis, tapi karena permintaan masih ada, maka tetap harus dilayani sebagai misi sosial BUMN. Namun tetap ada upaya-upaya agar bisa tetap bertahan yaitu dengan efisiensi, pengembangan wisata bahari dan dermaga lintas jarak jauh.

"Pada prinsipnya, kami akan mendukung program pemerintah, tapi selain bisnis kami juga ada unsur sosial. Itu yang jadi pertimbangan kami tetap disini," pungkasnya.

 

 

Baca Juga