
Reporter
A. BaehaqiMinggu, 14 April 2019 - 03:25
Editor
Rochman Arief
DISELAMATKAN. Petani di Kecamatan Sukapura menyelamatkan tanaman kubis yang sudah memasuki musim panen dari paparan abu vulkanik. Foto: Zulkifli.
JATIMNET.COM, Surabaya – Meningkatnya aktivitas Gunung Bromo beberapa pekan lalu membawa dampak pada ladang masyarakat. Abu vulkanik menyebabkan kerusakan sekitar tiga ribu hektar sawah maupun perkebunan, seperti lahan kentang, kubis dan pare.
“Ada 3,291,42 hektar tanaman sawah dan hortikultura yang rusak akibat meningkatnya aktivitas Gunung Bromo,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur, Hadi Sulistyo dikonfirmasi, Rabu 10 April 2019.
Seluruh lahan itu, lanjut Hadi, berada di tiga kabupaten, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan jatim merinci Kabupaten Pasuruan paling luas dampak dari abu vulkanik Gunung Bromo. Luasan di wilayah di Kabupaten Pasuruan mencapai 2.322,92 hektar yang terpapar abu vulkanik.
BACA JUGA: Bromo Terus Erupsi, Petani Tengger Cemaskan Lahan Pertanian
Meski terdampak cukup besar, namun kerugian di Kabupaten Pasuruan nyaris tidak ada. Lahan kentang, kubis dan pare di Kecamatan Tosari bisa diatasi dengan dilakukan penyiraman pada debu vulkanik yang menempel.
Sementara kerusakan yang mengakibatkan kerugian terjadi di Kecamatan Sukapura dan Sumber, Kabupaten Probolinggo. Lahan 902,5 hektar yang terdiri atas kentang, wortel, jagung, sawi, cabai merah, tomat dan kubis rusak parah. Adapun kerugian ditaksir sekitar Rp 7.810.400.
Sementara di Kecamatan Senduro, Kabuapten Lumajang, Hadi menghitung, kerusakan lahan kentang, kubis dan sawi rugi sekitar Rp 1.180.000 di lahan 66 hektar.
Diakui Hadi, erupsi tidak merusak terlalu banyak lahan. Sebab hujan turun dalam beberapa hari mampu menyelamatkan tanaman. Sehinngga tanaman yang tertutup abu masih bisa tumbuh dan terselamatkan.
BACA JUGA: Dinkes Jatim Suplai Obat-obatan untuk Warga Lereng Bromo
“Data dari teman-teman di lapangan menyebutkan tanaman itu masih bisa diselamatkan," tuturnya.
Karena kerusakan terjadi lebih banyak di tanaman holtikulara, pihaknya tidak melakukan ganti rugi. Asuransi lahan pertanian hanya diberikan kepada tanaman pangan ketika ada kerusakan.
Erupsi yang terjadi bulan Maret itu, tidak begitu terdampak pada pangan seperti padi. "Pemerintah beruapaya mengurangi dampak kerugian yang lebih besar, karena tanaman holtikultura itu bukan seperti program tanaman padi yang ada asuransinya,” kata Hadi.