
Reporter
Zuditya SaputraSelasa, 1 Maret 2022 - 13:20
Editor
Ishomuddin
FOTO : Ahli Waris Beserta Warga Dusun Cumpleng Menutup Akses Jalan Ke Tambak
JATIMNET.COM, Lamongan – Usai mediasi sengketa lahan tambak ikan kerapu di Desa Labuhan, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan mengalami deadlock atau buntu, warga Dusun Cumpleng, Desa Brengkok, Kecamatan Brondong, bersama ahli waris menutup akses jalan masuk menuju lahan tambak yang dipersengketakan.
Sebelumnya, sengketa lahan ini diduga bermula karena adanya penyerobotan lahan tambak yang dinamai KM-1 hasil kerjasama budidaya ikan kerapu antara dua warga asal Desa Brengkok, almarhum Muntaha dan Soekarno, dengan Killy Chandra, asal Medan.
Dengan berjalannya waktu, lahan tambak KM-1 yang terdiri dari 18 petak (kolam) yang dibeli secara bersama dari Sujarwo dengan nilai Rp2 miliar tersebut diduga secara sepihak diserobot oleh Killy selaku Direktur PT Sumatera Budidaya Marine (SBM) yang sebelumnya melakukan kerjasama budidaya tersebut.
BACA JUGA: Jadi Jalan Umum, Pemilik Lahan di Tambak Wedi Minta Pemkot Membeli Tanah
Dari kesepakatan sebelumnya, hak masing-masing dari kerjasama ini adalah 30 persen untuk Muntaha, 30 persen untuk Soekarno, dan 40 persen untuk Killy. Namun, tiba-tiba lahan KM-1 ini diduga hanya dikuasai oleh anak Killy, Matt Kyne, secara 100 persen atas dasar surat pernyataan jual beli tanah KM-1 antara Sujarwo dengan Killy tertanggal 11 September 2013.
Kuasa hukum penggugat atau ahli waris almarhum Muntaha, Khoirul Amin, menyampaikan bahwa atas perbuatan sepihak yang dilakukan Killy dan anaknya ini menyebabkan kliennya mengalami kerugian besar dan memutuskan untuk melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Lamongan.
"Kita sudah menawarkan sesuai gugatan, namun mediasi deadlock. Pemblokiran jalan ini dilakukan oleh ahli waris bersama warga karena modus kerjasama yang dilakukan sebelumnya mau dikuasai secara pribadi 100 persen oleh tergugat," ujar Khoirul, Selasa, 1 Maret 2022.
Khoirul menambahkan penutupan akses jalan ini dilakukan warga sebagai bentuk solidaritas dalam membantu ahli waris melawan PT SBM demi menuntut keadilan dan memperoleh haknya.
"Ini bukan akses jalan dusun, tapi selama ini pihak ahli waris mengikhlaskan jalan pribadi ini untuk akses jalan PT SBM. Tapi karena PT SBM tidak menghargai masyarakat Cumpleng, akhirnya kami memutuskan untuk menutup akses jalan ini untuk PT SBM yang notabene perusahaan asing, bukan asli Lamongan, sebagai bentuk perlawanan," katanya.
Khoirul mengatakan warga dan pemuda setempat juga sempat melakukan pemblokiran jalan dusun karena lalu lalang truk PT SBM yang dinilai telah merusak jalan.
Berbeda dengan sebelumnya, jalan yang ditutup kali ini berada di lahan pribadi milik Sarbuning, 82 tahun, warga Desa Labuhan, Kecamatan Brondong, yang disewa almarhum Muntaha dan dilanjutkan ahli warisnya.
BACA JUGA: MA Tolak Gugatan NU atas Tanah Yayasan Sunan Drajat Lamongan
Selama dalam masa sewa, Sarbuning memberikan kuasa penuh kepada almarhum Muntaha beserta ahli warisnya untuk mengelola dan memanfaatkan lahan tersebut, termasuk wewenang memberikan izin atau tidaknya kepada pihak lain saat melewati akses jalan lahan tambaknya.
Di sekitar lokasi lahan tambak sengketa ini, ahli waris dan warga juga mendirikan Posko Gerakan Pribumi Bangkit sebagai simbol perlawanan. Bahkan, aksi mereka juga mendapat dukungan penuh dari sejumlah aktivis dan organisasi.
Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah aktivis tersebut di antaranya berasal dari Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LKPM), Gerakan Pemuda Islam (GPI) Jatim, Kesatuan Pemuda Pantura Lamongan (Kapal), Madani Institut, Forum Diskusi Poros Pantura (FDPP), Aliansi Petani Indonesia (API) Jatim, dan Aliansi Petani Tambak Pantura (Alpatara).
"Dulu mereka sempat membayar kompensasi sebesar Rp25 juta untuk pemakaian jalan dusun. Namun untuk jalan yang kami blokir hari ini adalah jalan pribadi, bukan jalan dusun. Jalan ini akan terus ditutup selama PT SBM atau Killy Chandra tak bisa diajak negosiasi secara kekeluargaan," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum para tergugat, Harimuddin, mengungkapkan jika pihaknya sangat menyayangkan aksi pemblokiran jalan yang dilakukan warga dan ahli waris tersebut.
"Kami sangat menyayangkan sikap penggugat (ahli waris Muntaha) yang menutup jalan untuk klien kami memasukan pakan ke tambak KM-1 di tengah proses hukum yang sedang berjalan di PN Lamongan," kata Harimuddin saat dikonfirmasi secara terpisah.
Menurut Harimuddin, mestinya aksi penutupan jalan ini tak terjadi karena saat ini masih menunggu putusan PN Lamongan. Ia menyebut sebelum putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, baik penggugat maupun tergugat masing-masing seharusnya masih bisa memanfaatkan 50 persen atas KM-1 maupun KM-2.
Masih kata Harimuddin, ia dan kliennya bahkan mengaku sangat keberatan dengan narasi dalam banner bertuliskan "Gerakan Pribumi Bangkit" yang terpasang di jalan menuju tambak.
BACA JUGA: Oknum Polisi Diduga Pukul Warga di Lahan Sengketa di Banyuwangi
"Ini jelas berbau SARA. Karena penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi sudah dihapus dengan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi dan juga tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis," katanya.
Pihaknya berharap penggugat kembali membuka akses jalan untuk kliennya sambil menunggu putusan PN Lamongan berkekuatan hukum tetap.
"Ini persoalan perdata antara klien kami selaku tergugat dengan ahli waris Bapak Muntaha selaku penggugat. Klien kami tidak bermasalah dengan pemuda dan masyarakat Dusun Cumpleng, termasuk masyarakat petambak di Lamongan pada umumnya," katanya.
Seperti diketahui, pengukuran lahan tambak ikan kerapu di desa setempat berlangsung tegang dan ricuh pada Jumat,14 Januari 2022. Kala itu, petugas BPN bersama aparat yang hendak melakukan pengukuran dihadang warga karena status sengketa lahan tambak masih diproses secara hukum di PN.
Lalu, hasil mediasi antara kedua belah pihak yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Lamongan, Kamis, 24 Februari 2022, menemui jalan buntu atau deadlock.
Sehingga sidang sengketa akan digelar 9 Maret 2022 dengan agenda pembacaan gugatan dari pihak penggugat. Lalu persidangan akan dilanjutkan terkait jawaban tergugat dalam menindaklanjuti gugatan tersebut.