Hari Populasi Dunia, PBB Kampanye Kontrasepsi untuk Selamatkan Bumi

Dyah Ayu Pitaloka

Kamis, 11 Juli 2019 - 10:37

hari-populasi-dunia-pbb-kampanye-kontrasepsi-untuk-selamatkan-bumi

Pil kontrasepsi. Foto: Unsplash

JATIMNET.COM, Surabaya – Kampanye Berkembang Bersama yang didukung PBB diluncurkan untuk mendorong masyarakat menggunakan alat kontrasepsi, sebagai upaya mengatasi kerusakan di alam.

Kampanye ini dirilis dalam Hari Populasi Dunia, menyatukan lebih dari 150 organisasi kesehatan dan konservasi, yang membelanjakan sekitar 8 miliar poundsterling setiap tahunnya, di 170 negara.

Kelompok ini mengatakan, jika mereka ingin berkolaborasi untuk meningkatkan kehidupan manusia sekaligus menahan laju kerusakan alam, dengan mengurangi pertumbuhan populasi.

“Selalu ada area yang tumpang tindih dalam meningkatkan layanan kesehatan reproduksi dan konservasi,” kata sebuah deklarasi yang ditandatangani oleh sejumlah kelompok, termasuk Yayasan Populasi PPB, institut Jane Goodall, dan Maria Stopes International.

BACA JUGA: Populasi Satwa Liar Prioritas di Indonesia Meningkat

“Kami percaya, dengan bekerja bersama, kami bisa membangun komunitas dan ekosistemnya bersama-sama,”.

Institut Goodall telah menyediakan layanan keluarga berencana sejak tahun 1994, dan mengklaim jika bukit gundul telah berubah menjadi hutan, seiring dengan perempuan yang menginginkan keluarga lebih kecil.

“Dengan semakin banyak orang dilahirkan dan menginginkan standar kehidupan lebih baik, jelas usaha bisnis seperti biasa, akan menghancurkan sumber daya alam planet kami,” kata Goodall.

“Kami hanya menginginkan jendela kecil dalam waktu, untuk mengubah semuanya dan jendela ini menutup dengan cepat,”.

BACA JUGA: Hilangnya Ikan Lemuru di Muncar Diduga Karena Ekosistem Rusak

David Johnson, Pemimpin Eksekutiv Margaret Pyke Trust, organsisasi yang menyediakan pelatihan kontrasepsi bagi petugas klinik, sekaligus koordinator kampanye mengatakan, “adalah hakmu untuk memiliki sebanyak mungkin anak-anak, tapi masalahnya banyak orang yang ternyata tidak mendapatkan anak sesuai dengan keinginan,” katanya, dikutip dari Guardian.com, Kamis 11 Juli 2019.

Phionah Orishaba, guru dari Uganda yang terlibat dalam program konservasi crane mengatakan, “ Setiap hari saya melihat dampak atas sulitnya akses pada layanan keluarga berencana, pada perempuan dan lingkungan. Perempuan harus berjalan tujuh jam untuk mendapatkan alat kontrasepsi, banyak anak tidak terjaga dengan baik. Masyarakat miskin dan tak ada pekerjaan, sehingga mereka mengeringkan lahan basah untuk menanam kentang. Mereka tau crane butuh lahan basah untuk bersarang, dan tak mau menyakiti hewan itu, tapi mereka tak punya pilihan lain,”.

Banyak ilmuwan percaya jika kepunahan sedang dalam perjalanan, sebagian besar didorong oleh hancurnya habitat untuk bertani dan hutan akibat penebangan ilegal. Populasi manusia diprediksi bertambah hingga 9,7 miliar di tahun 2050.

Dampak dari pertumbuhan populasi telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun, dan sejumlah komentar menyebut jika konsumsi berlebihan di negara kaya menjadi ancaman lingkungan yang lebih besar dibandingkan yang datang dari negara lebih miskin.

BACA JUGA: Populasi Harimau Sumatera Tinggal Ratusan Ekor

Goodall mengatakan, “Sampah dan konsumsi berlebihan, menjadi hal umum di negara kaya, memiliki dampak yang merusak bagi sumber daya alam di planet kami. Kami harus mengatasi manusia, dan bahan pangan, pertumbuhan populasi dan kehidupan yang tidak terjaga keberlangsungannya,”.

Sir David Attenborough banyak menyebutkan kekhawatiran atas pertumbuhan populasi manusia.

“Seluruh masalah lingkungan menjadi lebih mudah diatasi dengan sedikit manusia, dan lebih keras dan bahkan tak mungkin diatasi dengan banyak manusia,” katanya di tahun 2013.

Baca Juga