Ahmad Suudi

Reporter

Ahmad Suudi

Rabu, 26 Mei 2021 - 10:00

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Sekretaris Pusat Inkubator Bisnis Teknologi Universitas 17 Agustus 1945 (Inkubitek Untag) Banyuwangi M. Fahrurrozi mengatakan banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) binaannya yang mengeluhkan turunnya penjualan dan permodalan. Puluhan UMKM yang didampinginya berasal dari warga kampus maupun dari luar kampus.

Sejak didirikan pada tahun 2015, Inkubitek Untag Banyuwangi memberikan pendampingan akses pendanaan, peningkatan produk, dan pemasaran. Namun menurut Fahrurrozi, terjaminnya pasokan bahan baku terhadap UMKM juga harus diperhatikan agar produksi mereka tidak terganggu.

"Untuk penjualan saat ini, kami sarankan pelaku UMKM saling berkolaborasi. UMKM yang sudah jalan bisa dikembangkan dengan cara berkolaborasi dengan produk UMKM lain yang berkaitan. Misalnya produk kerajinan dengan usaha-usaha pesta pernikahan," kata Fahrurrozi, Senin, 10 Mei 2021.

Secara terpisah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember (FEB Unej), M. Abdul Nasir mengatakan pemerintah harus meningkatkan dukungan terhadap UMKM di masa krisis pandemi saat ini. Bahkan harus lebih besar daripada saat dlanda krisis keuangan global tahun 2008. Lantaran meskipun terdampak pandemi, UMKM berpotensi kuat mampu bangkit dan menyokong perekonomian nasional di masa-masa krisis.

BACA JUGA: Geliat UMKM di Masa Pandemi (1): Produk Makanan Bertahan, Laris saat Lebaran

Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM memiliki tiga definisi kategori usaha. Pada Bab IV pasal 6 disebutkan kategori usaha mikro, yakni memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 juta di luar tanah dan bangunan. Selanjutnya usaha kecil memiliki kekayaan bersih di atas Rp50 juta sampai Rp500 juta, serta usaha menengah yang lebih dari Rp500 juta sampai Rp10 miliar.

Namun menurut Nasir, segmentasi UMKM untuk tujuan pendampingan lebih tepat dengan melihat akses mereka ke kredit perbankan. Karena dengan pendekatan itu, penetapan jenis dukungan yang diberikan pemerintah akan tepat sasaran. Segementasi yang tepat bisa mengurai permasalahan UMKM yang kompleks dan mempermudah pemerintah dalam menentukan pembagian bantuan.

Di level pertama, ada kelompok UMKM potensial yang memiliki produk atau gagasan bisnis yang bagus, namun sama sekali belum memiliki akses ke permodalan bank. Di sisi lain, bank tidak kenal mereka sehingga tidak bisa melihat potensi ekonomi itu. UMKM di kelas ini juga tidak terorganisir sama sekali dalam berindustri, memahami pangsa dan dinamika pasar, rekam jejak manajemen, serta sangat lemah dalam kelembagaan.

BACA JUGA:  Geliat UMKM di Masa Pandemi (2): Penyokong Ekonomi Nasional 

Kedua, kelompok UMKM feasible yang dalam artian telah layak disebut sebuah badan usaha, meskipun masih memiliki berbagai kekurangan. Mereka sudah melengkapi izin, produk, tata kelola usaha, memiliki wawasan pasar atas produknya, namun masih kurang mendapat pendanaan bank karena kekurangan-kekurangan yang dimilikinya.

Ketiga, kelompok UMKM bankable yang sudah memiliki akses yang sangat bagus pada kredit perbankan dan lengkap secara badan usaha. Bank juga melihat catatan transaksi, izin usaha dan sertifikasi produk, pengorganisasian pegawai, serta wawasan pasar sebagai kelengkapan badan usaha. Sehingga kategori UMKM ini tidak layak mendapatkan bantuan modal dari pemerintah, melainkan diperuntukkan pada kelompok UMKM potensial saja.

"Misal potensial, tapi belum feasible dan bankable. Akses permodalan belum bisa melalui perbankan, tetapi melalui pembiayaan dana bergulir, misalkan dana bantuan sosial yang dilakukan pemerintah, bimbingan teknis dari produksi, desain produk hingga packaging (pengemasan). Bantuan sosial itu seharusnya ke UMKM potensial, tidak ke UMKM bankable," kata Nasir, Selasa, 18 Mei 2021.

BACA JUGA: Geliat UMKM di Masa Pandemi (3): Memanfaatkan Bantuan Pemerintah dan Jaringan Asosiasi

Kelompok UMKM bankable tetap harus diperhatikan karena bisa saja tengah menghadapi permasalahan lain. Misalnya UMKM yang sebelumnya lancar berjualan luring, namun kini kesulitan saat harus daring. Apalagi kelompok UMKM feasible yang sebelum pandemi saja masih memiliki berbagai kekurangan dalam usahanya.

"Aspek legalitas ini adalah daya dukung utama pemerintah dalam mendukung UMKM dalam hal pemasaran. Pemasaran tanpa legalitas itu juga hal yang sangat mustahil, mungkin dia bisa memasarkan tapi hanya sebatas lokal. Konsumen luas akan melihat standar kesehatan BPOM dan halal," kata Nasir.

Di sisi lain, Nasir mendorong UMKM tidak hanya mengikuti keadaan, melainkan terus berjuang. Bila masalahnya bahan baku langka mereka bisa mendapatkannya di daerah lain. Bila penjualan turun mereka harus berdagang dengan cara lain, misalnya daring. Karena menurutnya, dunia UMKM adalah area untuk para inovator yang tidak pernah berhenti mencari peluang dan solusi.

Kisah klemben atau bolu kuwuk juga menjadi contoh bagaimana proses inovasi UMKM jajanan di Banyuwangi berjalan. Kue sederhana yang dahulu keras hingga perlu ngotot menggigitnya, kini bertransformasi menjadi oleh-oleh favorit wisatawan yang datang ke Bumi Blambangan. Para inovator lah yang telah mengembangkan jajanan tradisional itu menjadi cocok di lidah konsumen dan memiliki bentuk serta kemasan yang lebih komersial.

Baca Juga

loading...