Anang Zakaria

Reporter

Anang Zakaria

Kamis, 24 Januari 2019 - 08:31

HARI masih pagi saat Tondo Hadi tiba di Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada Surabaya. Di usianya kini, 65 tahun, tubuh lelaki asal Semeni itu didera sakit-sakitan. “Saya mau kontrol,” katanya membuka pembincangan dengan Jatimnet.com, Rabu 16 Januari 2019.

Duduk di ruang tunggu perawatan penyakit dalam dan jantung, ia antre sejak pukul 08.00 WIB. Setelah mendapat pemeriksaan dokter, ia menerima resep dan mengambil obat di apotek sekitar pukul 11.00 WIB.

Tiga jam mengantre, bagi dia, itu perkara biasa. Apalagi sejak beberapa bulan terakhir, ia sering mondar-mandir rumah sakit di Surabaya. Tak hanya di RS Bhakti Husada, tapi juga rumah sakit lain untuk memeriksakkan kesehatannya.

Beberapa waktu lalu, misalnya, ia mengisahkan, pernah berobat ke RSUD dr Mohammad Soewandhie. Keluhannya sama, tapi tetap saja ia tak tahu jenis penyakit yang dideritanya. “Yang saya sayangkan kok pemeriksaan tidak selesai-selesai,” katanya.

Tondo adalah satu di antara puluhan juta peserta BPJS Kesehatan di Jawa Timur. Ia mendaftar pada tiga tahun lalu. Dengan beban tanggungan dua orang, ia memilih masuk ke kelas 2 dengan premi Rp 51 ribu per bulan per orang.

Menurut dia, menjadi peserta BPJS Kesehatan menguntungkan. Dengan iuran sebesar Rp 51 ribu, mahalnya ongkos pengobatan bisa teratasi. Sayangnya, persediaan obat di rumah sakit tak selalu ada. Pernah suatu kali, dokter memberi resep obat dan memintanya menebus di apotek di luar rumah sakit.

“Harga obatnya Rp 700 ribuan, mahal sekali itu,” katanya, mengenangkan pengalaman membeli obat dengan biaya sendiri.

Manfaat asuransi BPJS Kesehatan juga dirasakan Ari Suseliawati (48 tahun), warga Manukan Surabaya. Menanggung 6 orang anggota keluarga, ia mendaftar sebagai peserta kelas 3 jaminan kesehatan pada 2015. Preminya Rp 25.500 per bulan per orang.

Ia mengaku rutin membayar iuran meski tak tiap bulan memanfaatkan untuk berobat. “Asal bukan penyakit yang parah,” katanya.

Misalnya saja, ia berkisah, untuk mendapat layanan rawat inap dan operasi medis bagi suaminya di rumah sakit Bhakti Dharma pada 2015 dan 2016. Kala itu, ia tak mengeluarkan uang sepeser pun untuk biaya pengobatan dan layanan rumah sakit.

Tapi, pernah pula ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 500 ribu untuk biaya rontgen. Gara-garanya saat itu, rumah sakit belum memiliki mesin rontgen, dan ia direkomendesikan menjalani pemindaian sinar X di rumah sakit lain.

Pasien BPJS Kesehatan. Ilustrasi Ali Yani.

Bagi Harun Al Rasyid, warga Sidoarjo berusia 62 tahun, biaya premi BPJS Kesehatan masih terjangkau. Dibanding biaya kesehatan yang mahal, besar premi terhitung sangat murah. Ia pun rutin membayar premi sebesar Rp 25.500 per bulan. “Kalau telat tak bisa dipakai sewaktu-waktu,” katanya saat ditemui di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya.

Toh, ia melanjutkan, layanan kesehatan yang ia dapat pun tak berbeda dengan pasien umum. Dulu, ia mengatakan, bahunya pernah patah akibat jatuh. Berbekal kartu BPJS Kesehatan, ia mengakses kesehatan secara gratis dari rumah sakit.

Sayangnya, tak semua layanan dan fasilitas rumah sakit berstandar sama. Bagi Nasichin, warga Taman Sidoarjo, beda rumah sakit beda pelayanan. Dulu, ia mengatakan, istrinya pernah sakit dan dirujuk ke sebuah rumah sakit tak jauh dari tempat tinggalnya. “Pelayanannya mbulet,” katanya tanpa menyebut nama rumah sakit itu.

Ia lalu meminta pindah ke sebuah rumah sakit di Surabaya. “Pelayanannya lebih bagus, pasien datang langsung ditangani. Urusan dokumen (BPJS) sudah diarahkan sendiri,” kata lelaki 58 tahun itu.

Suratmi, warga Gubeng Surabaya berusia 61 tahun. Ia peserta Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan dari Pemerintah Kota Surabaya. Menurut dia, pasien BPJS bisa memilih rumah sakit terdekat dari tempat tinggalnya. “Saya ke sini hanya menumpang satu angkutan umum,” katanya ditemui di RS Husada Utama.

Perempuan itu pernah terserang stroke beberapa tahun lalu. Dua tahun sebelumnya, ia wira-wira RS Dr Soetomo dan RS dr Soewandhie untuk mencari kesembuhan. Karena dirasa terlalu jauh dari rumah, ia meminta pindah pengobatan ke RS Husada Utama. (Penyumbang bahan: Khaesar Glewo, Dyah Ayu, Baehaqi, Lathifiyah)

Sebelumnya: Lintang Pukang Tersebab Utang
Berikutnya: Handaryo: Tiap Pasien BPJS Berhak Mendapat Perawatan Gratis

Baca Juga

loading...