
Reporter
Khoirotul LathifiyahMinggu, 7 Juli 2019 - 07:20
Editor
Hari Istiawan
Ilustrasi Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya – Psikolog pendidikan Rahma Nira menyatakan kasus video viral perundungan sekelompok remaja putri terhadap rekannya di Kota Surabaya disebabkan berbagai faktor. Salah satunya adalah merasa superior.
"Faktor lingkungan, merasa superior dan ingin diakui kekuatannya dalam kelompok," kata Rahma kepada Jatimnet, Sabtu 6 Juli 2019.
Ia mengatakan ,perasaan superior tersebut bisa menjadi pemicu pelaku karena pengelolaan emosi anak masih belum baik sehingga melampiaskannya dengan kekerasan.
“Tapi ada juga karena tidak paham bahwa yang dia lakukan itu jahat, dan dampaknya jangka panjang pada temannya. Jadi memang faktor-faktor ini yang berpengaruh,” katanya.
BACA JUGA: Senin, Polisi Panggil Sembilan Anak Penganiaya di Video Viral
Apa lagi, lanjut dia, jika perundungan hingga kekerasan dilakukan secara berkelompok. Menurut Rahma, kekerasan berkelompok biasanya terjadi karena adanya dorongan untuk menciptakan kebersamaan atau rasa setia kawan.
Hal ini biasanya sudah tidak memandang baik buruk perilaku yang dilakukan.“Kadang ada cerita si A gak terima dengan korban B, nah si A punya teman, akhirnya mengajak, dan mereka ikut dengan adanya beberapa faktor, entah rasa setia kawan atau merasa bermusuhan juga,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan, untuk korban sendiri tidak selalu anak pendiam. Terkadang anak yang provokatif atau anak yang sangat tengil.
“Misalnya dia punya barang bagus tapi gak mau minjemin, pelit, ini berpotensi jadi korban,” kata dia.
BACA JUGA: DP5A Akan Dampingi Korban Maupun Pelaku Kekerasan Anak
Ia menegaskan, baik pelaku dan korban harus diberikan pendampingan. Agar korban tidak mengalami trauma berkepanjangan dan pelaku juga tidak semakin semena-mena.
Biasanya yang menjadi korban akan timbul perasaan baru, kata dia, misalnya anak akan memiliki rasa dendam, semakin pendiam, stress, atau bahkan bunuh diri.
"Misalnya dengan memberikan terapi pada (anak) korban, orang tua memindahkan dari lingkungan tersebut. Jika tidak, hal ini akan memberi efek buruk pada pengalaman anak," kata dia.
Selanjutnya, kata Rahma, pelaku maupun korban, identitasnya tidak boleh dimunculkan. Karena jika identitas diketahui akan membawa dampak buruk dengan adanya gunjingan.
BACA JUGA: Soal Video Viral, KBS Bantah Penganiayaan pada Orang Utan
“Misalnya dia dicap nakal oleh warga. Kalau sudah terlanjur dilabel, bisa jadi ia semakin melabeli kalau ia nakal, dan melakukan kenakalan lainnya. Konsen dirinya menjadi negatif,” tambahnya.
Selanjutnya terapi kepada pelaku, lanjut Rahma, terapi ini bisa dengan mengadakan program bakti sosial selama kurun waktu tertentu. Hal itu pun rupanya sudah dilakukan oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya.
Bisa juga terapi dengan memperlihatkan video perundungan dan pelaku diminta untuk menganalisis perasaan dan dampak pada korban, dan alasan itu harus dituliskan di buku.
“Dengan merawat penghuni panti dan melihat video tersebut, ia akan memahami bahwa masih ada orang yang tidak beruntung dan diabaikan oleh keluarganya. Biasanya hal tersebut bisa melunakkan hatinya,” kata dia.