Harga Cabai Bikin Pedas, AACI: Luas Tanam Cabai Rawit Menyusut Selama Desember 2020

A. Baehaqi

Reporter

A. Baehaqi

Kamis, 25 Februari 2021 - 08:00

harga-cabai-bikin-pedas-aaci-luas-tanam-cabai-rawit-menyusut-selama-desember-2020

JATIMNET.COM, Surabaya - Wakil Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jawa Timur Nanang Triatmoko mengakui pasokan cabai rawit selama Desember 2020 terbilang sedikit. Laporan yang diterimanya, pada bulan tersebut sekitar 30 persen petani cabai rawit di Jatim memilih tidak menanam.

“Mereka rugi, dan kehabisan modal akibat produksinya tidak terserap pasar. Harganya juga jauh di bawah break event poin (BEP)” ujar Nanang, Kamis 25 Februari 2021.

Faktor lainnya, kata dia, yakni soal cuaca hujan yang cukup tinggi. Sejumlah daerah yang menjadi sentra produksi cabai rawit Seperti Banyuwangi, Blitar, Kediri, Lamongan, Gresik, dan Tuban terbilang memiliki jenis tanah tadah hujan.

“Sehingga jika curah hujan tinggi di sana banyak cabai yang mati karena penyakit layu, sehingga produksi pun berkurang 30 persen," katanya.

Baca Juga: Harga Cabai Rawit di Sentra Sudah Mahal

Di Banyuwangi misalnya, Nanang menyebutkan biasanya cabai yang dikirim dari sana sebanyak 100 ton per hari. Namun saat ini hanya sekitar 70 ton per hari.

Kurangnya pasokan cabai inilah yang lantas mempengaruhi harga di pasaran. Hukum pasar, apabila pasokan dari petani berkurang dan permintaan meningkat, maka harga kenaikan terjadi.

“Tetapi harga cabai rawit ini diperkirakan akan turun secara bertahap sejalan dengan masuknya panen raya dan harga akan kembali normal pada bulan ketiga,” tegasnya.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur Hadi Sulistyo mengatakan, rendahnya pasokan salah satunya disebabkan rendahnya luas panen di awal Tahun 2021. Selain itu juga dipicu mundurnya masa tanam cabai periode 2020/2021.

Baca Juga: Ini Penyebab Harga Cabai Semakin Pedas

Petani mempertimbangkan musim penghujan. Apalagi, musim penghujan juga dibarengi La Nina yang menyebabkan curah hujan cukup tinggi.

La Nina juga menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir. Hal itu berpotensi mengancam sektor pertanian. Kemudian kewaspadaan terhadap Organisme Penganggu Tumbuhan (OPT), mengingat musim hujan memiliki kelembaban tinggi untuk pertumbuhan OPT.

“Kita lakukan peningkatan monitoring perkembangan cuaca melalui koordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) setempat,” tegasnya.

Pun demikian, Hadi memperkirakan pasokan cabai rawit akibat kondisi tersebut diperkirakan akan bertahan hinhha Maret 2021. Ia optimis puncak panen cabai rawit di Jatim terjadi pada April-Mei 2021.

Baca Juga