Diduga Ada Manipulasi Data PPDB, Wali Murid di Jember Wadul ke DPRD

Indikasi Palsukan Data Surat Keterangan Domisili (SKD)
Faizin Adi

Reporter

Faizin Adi

Kamis, 2 Juli 2020 - 08:00

diduga-ada-manipulasi-data-ppdb-wali-murid-di-jember-wadul-ke-dprd

WADUL. Belasan wali murid mengadukan dugaan manipulasi Data Domisili untuk mensiasati sistem zonasi. Foto: Faizin

JATIMNET.COM, Jember – Belasan wali murid di Jember, tergabung dalam Komunitas Peduli Pendidikan Anak (KPPA) wadul ke DPRD Jember. Mereka menilai ada indikasi manipulasi data domisili untuk mensiasati sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA tahun 2020

Para wali murid mendesak agar dewan menindak tegas para pelakunya karena ada indikasi kecurangan dalam PPDB SMA Negeri. Seperti data pembuatan surat keterangan domisili (SKD), hal ini yang menjadi manipulasi supaya bisa masuk di SMA Negeri.

Atas manipulasi ini menyebabkan salah satu wali murid yang menangis karena anaknya sebenarnya tinggal lebih dekat dengan SMA Negeri dituju. Tapi harus tergeser oleh anak lain yang mendaftar dengan mensiasati data domisili. 

“Manipulasi untuk pembuatan surat keterangan domisili ini berlangsung cukup masif, agar lebih dekat dengan sekolah negeri yang dituju. Informasi yang kami peroleh, tidak ada verifikasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Cabang Jember,” kata David K Susilo, Ketua KPPA usai pertemuan, Kamis 2 Juli 2020.

BACA JUGA: Muncul Dugaan SKD Fiktif di PPDB, Dindik Jatim: 92 Persen Gunakan KK

Karena itu, KPPA mendorong DPRD Jember agar Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) selaku perwakilan Pemprov di Jember untuk meminta Dinas Pendidikan membuka transparansi dalam PPDB Sistem Zonasi tahun ini. 

Mereka juga mendesak adanya transparansi dari RT/RW serta kantor kelurahan yang ada di sekitar SMA Negeri yang telah memberikan SKD tersebut. Jika terbukti ada  manipulasi dalam pembuatan SKD, para wali murid mendesak agar ada proses hukum yang tegas.

Manipulasi SKD, menurut KPPA, membuat anak-anak yang sebenarnya tinggal lebih dekat dengan sekolah negeri dituju, menjadi tergusur. Karena mereka tetap menggunakan Kartu Keluarga (KK) di alamat yang sudah ditinggali selama bertahun-tahun.

“Contohnya saya sendiri yang jadi korban. Kalau saya mau, saya bisa dengan mudah menggunakan SKD, karena rumah dinas saya hanya berjarak 10 meter dari sekolah negeri yang akan dituju oleh anak saya. Tetapi saya tidak mau menanamkan praktik kejujuran kepada anak saya. Akibatnya memang, setelah mendaftar secara online, anak saya semula ada di peringkat atas, langsung terlempar beberapa jam kemudian,” ungkap pria yang juga dosen di Unej dan IKIP PGRI Jember.

BACA JUGA: Banyak Salah Unggah Berkas, Pagu Afirmasi PPDB SMA/SMK Tersisa Banyak

Saat melakukan penelusuran, David menemukan indikasi sejumlah pengelola ruko, atau rumah makan di dekat SMA Negeri, yang alamatnya dititipi oleh para wali murid yang ingin mendaftarkan anaknya. “Kalau mau diverifikasi, ternyata alamat yang digunakan dalam SKD tersebut ternyata adalah ruko, rumah makan ataupun rumah kos. Ini banyak terjadi,” David memaparkan.

Modus rekayasa SKD ini menurut KPPA  telah berdampak buruk terhadap psikologis anak. Tidak sekedar menanamkan ketidakjujuran pada anak, KPPA juga mensinyalir praktik menipulasi SKD mendorong kasus perundungan (bullying) dan kecemburuan sosial antar anak.

“Banyak anak-anak yang membanggakan diri bisa diterima masuk ke sekolah negeri melalui rekayasa data domisili. Antar orang tua juga bisa terlibat bullying dan cemburu sosial,” ujar David. 

Massifnya manipulasi data kependudukan ini menurut David telah menyimpang dari tujuan diterapkannya sistem zonasi. “Tujuan sistem zonasi ini adalah untuk pemerataan akses pendidikan. Bukan yang jauh mendekat, yang dekat dijauhkan,” tutur David.

BACA JUGA: Dindik Jatim Jamin Server PPDB SMA/SMK Tak Ngadat

Selain merampas hak anak yang sebenarnya tinggal lebih dekat dengan sekolah, David juga khawatir  dalam jangka panjang, manipulasi ini bisa menimbulkan trauma kepada anak yang menjadi korban.

“Mereka akan mengenang, bahwa tahun ini mereka tergusur dan dirampas haknya oleh anak lain yang menggunakan siasat manipulasi data domisili. Ini sangat tidak bagus,” tutur David.

Selain itu, anak-anak lulusan SD yang tahun ini bisa diterima di SMP Negeri melalui manipulasi data domisili, besar kemungkinan akan melakukannya lagi tiga tahun kemudian, saat mendaftar ke SMA Negeri yang kebetulan juga dekat. Sebab, beberapa SMP dan SMA Negeri di Jember, ada yang berdekatan. 

“Sekarang banyak SMA di pedesaan yang justru kosong atau kurang murid. Ada indikasi banyak yang pindah domisili,” pungkas David. 
Atas keluhan tersebut, Ketua Komisi D DPRD Jember, Hafidi berjanji akan segera mengambil langkah. “Kita akan bahas dengan Komisi A dan secepatnya berkoordinasi dengan instansi terkait,” tutur politikus PKB ini.

Baca Juga