
Reporter
Bayu PratamaSenin, 9 September 2019 - 06:02
Editor
Rochman Arief
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya – Puluhan akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menolak pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi melalui revisi UU KPK.
“Kami menolak pelemahan KPK sebagai garda depan dalam pemberantasan korupsi, dan mengajak semua elemen bangsa berjuang melawan korupsi sesuai kapasitas masing- masing,” kata Ketua Pusat Studi Hukum dan HAM Fakultas hukum Universitas Airlangga, Herlambang P. Wiratraman kepada Jatimnet, Senin 9 September 2019.
Herlambang mengatakan lebih dari 40 akademisi ikut serta dalam pernyataan sikap menolak revisi UU KPK. Para akademisi ini menilai revisi UU KPK berpotensi merusak seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
BACA JUGA: Pegawai KPK Bagikan Mawar Putih Simbol Penolakan RUU
“Sampai kemarin malam (Minggu, 8 September 2019) sudah sekitar 42 orang, masih terbuka, dan akan bertambah untuk solidaritas ini,” Herlambang menambahkan.
Dalam perkembangan politik terakhir ini, lanjutnya, terdapat upaya sistematis pelemahan KPK dalam melalui RUU. Termasuk di dalam RUU KUHP yang disinyalir akan merusak agenda pemberantasan korupsi.
“Kami selaku akademisi, tidak menginginkan korupsi membudaya di negeri ini. Jika RUU disahkan, menunjukkan adanya kemunduran pemberantasan korupsi yang seharusnya menjadi semangat reformasi,” lanjutnya.
Secara khusus, desakan penolakan revisi UU KPK ditujukan kepada Presiden Joko Widodo yang belum mengambil sikap terkait pelemahan KPK. Menurut Herlambang, pemimpin negeri harus belajar dari kekeliruan masa lalu untuk tidak mementingkan kelompok dan mengorbankan ketentingan masyarakat.
BACA JUGA: ICW Sebut Perubahan UU KPK Bentuk Pelemahan Institusi KPK
“Pemimpin negara harus lebih peka, peduli, dan menjunjung tinggi integritas untuk teladan masyarakat,” tegasnya.
Selain Revisi UU KPK, herlambang menambahkan, tanda darurat anti korupsi juga terjadi dengan seleksi calon pimpinan KPK. Seleksi capim KPK dituding sarat konflik kepentingan.
Salah satunya gagalnya pengungkapan kasus penyerangan dan intimidasi terhadap para penyidik KPK. Termasuk impunitas kasus Novel Baswedan, dan yang terbaru pelemahan dari sektor legislasi.
“Wakil rakyat seharusnya menjadi representasi memperjuangkan kemaslahatan publik, menjadi pemimpin yang berpikir dan bekerja sungguh-sungguh untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga negara,” tutupnya.
Catatan: Redaksi telah mengubah judul